TEORI PENGGUNAAN GAMBAR DALAM MEDIA PEMBELAJARAN

Teori Penggunaan Gambar Dalam Media Pembelajaran – Beberapa teori dan hasil penelitian pedagogis berkontribusi pada bagaimana kita memahami manfaat gambar/grafik dalam pembelajaran. Memahami manfaat dan fungsi gambar dalam media pembelajaran dapat membantu pembelajaran lebih efektif. Teori kognitif membahas bagaimana pikiran menangkap informasi visual. Teori pedagogis menjelaskan bagaimana individu memproses informasi dan belajar secara efektif.

Teori Kognitif

Teori penggunaan gambar pertama adalah teori kognitif. Pikiran manusia selalu mengarahkan fokus matanya ke fitur visual yang menonjol. Kita cenderung fokus pada gerakan dan pada warna-warna cerah yang menarik perhatian. Mata kita mampu menangkap gerakan yang cepat, bahkan bisa melihat benda yang hanya muncul sekejap seperti kilatan petir. Mata kita juga mampu mendeteksi perbedaan warna yang sangat tipis. Bila ada dua warna yang berdekatan hampir sama persis dalam spektrum terus menerus kita bisa membedakan sampai 100.000 warna.

Menariknya, pikiran manusia cenderung memproses informasi menggunakan semacam “simetri bilateral”. Dalam fenomena ini, kita akan melihat setengah dari objek simetris, memeriksa untuk melihat bahwa separuh lainnya simetris, dan kemudian berhenti melakukan eksplorasi visual. Steno visual semacam ini memiliki implikasi pada asupan informasi. Setengah visual membawa informasi yang sama dengan visual penuh. Visual penuh yang dibuat tidak simetris (asimetris) dapat digunakan untuk menginformasikan variabel tambahan.

Ketahanan visual (Persistence of vision) mengacu pada gambar/visual yang masih tersisa dalam otak kita setelah hilangnya stimulus visual. Bertahannya fenomena sensorik bahkan ketika kita tahu bahwa semua itu adalah ilusi mungkin terprogram dalam otak kita dan tahan terhadap perubahan. Memahami hubungan seperti ini sangat penting untuk desain visual yang efektif.

Teori Gestalt persepsi visual menunjukkan bahwa pikiran manusia cenderung menganggap komponen individu sebagai pola yang terorganisir. Pola dapat mengungkapkan hubungan antara kumpulan data dan fenomena. Pengenalan pola visual dari pola-pola yang umum dapat ditangkap dalam sepersepuluh detik atau bahkan kurang. Untuk pola baru dan belum pernah dipelajari, mungkin juga dapat dipahami dengan cukup cepat, tetapi biasanya hanya sekitar tiga komponen dari semua fitur gambar tersebut.

Visi juga dapat memahami tingkatan abstraksi, dari tingkat umum hingga tingkat kiasan. Alesandrini membuat serangkaian kategori berbeda berdasarkan realisme pencitraan sebagai representasional, analogis dan arbiter. Gambar representasional, seperti foto, terlihat serupa secara fisik dengan objek yang dirujuknya. Gambar analogis mengacu pada kesamaan. Jenis gambar ini menggunakan analogi atau metafora untuk berkomunikasi. Gambar arbiter adalah gambar yang tidak menyerupai objek tetapi digunakan untuk menunjukkan organisasi suatu objek atau hubungan suatu objek dengan objek lain. Gambar ini biasanya berupa grafik, bagan, diagram, dan sejenisnya (Lohr, 2003, hlm. 29).

Menangkap sensasi visual menghasilkan preservasi singkat tentang informasi tersebut dalam semacam “penyangga” yang berlangsung dari sub-detik ke detik, dengan tingkat peluruhan dipengaruhi oleh intensitas, kontras, dan durasi stimulus serta apakah ada atau tidak ada paparan kedua. Persepsi visual dan memori visual tidak hanya melibatkan indera penglihatan, tetapi membutuhkan fokus perhatian dan pengkodean informasi tersebut ke dalam memori. Selektivitas (alokasi kapasitas) dari persepsi, konsentrasi, dan memori yang kita digunakan akan mempengaruhi apa yang kita tangkap.

Ada beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan bagaimana siswa memanfaatkan media pembelajaran dalam proses pembelajarannya. Pertama, siswa harus fokus pada gambar dan kata-kata utama untuk memilih apa yang akan diproses. Kedua, siswa harus dilatih mengolah informasi yang didapat dalam memori kerja agar mampu mengatur dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang sudah ada dalam memori jangka panjang. Ketiga, untuk melakukan pekerjaan integrasi, kapasitas memori kerja tidak boleh kelebihan beban. Pengembangan media pembelajaran harus menerapkan teknik pengurangan beban kognitif, terutama ketika peserta didik baru mengenal pengetahuan dan keterampilan baru.

Teori Pedagogis

Teori penggunaan gambar selanjutnya adalah teori pedagogis. Teori pedagogis terkait dengan referensi visual siswa dalam pembelajaran. Yaitu tentang preferensi siswa dalam menerima informasi dalam penggambaran visual, bersamaan dengan metode lain dalam penyampaian informasi. Levin (1981) mengemukakan bahwa ada lima fungsi instruksional umum dari gambar, yaitu:

  1. Dekorasi. Gambar ini mempunyai nilai informasi yang rendah serta seringkali tidak jelas hubungannya dengan konten pembelajaran. Penggunaannya cenderung hanya ntuk mempercantik tampilan agar eyecatching.
  2. Representasi.Merupakan gambar yang digunakan untuk tujuan mengkongkretkan sebuah konsep. Gambar ini berusaha membentuk visualisasi dari konsep atau gagasan.
  3. Organisasi. Gambar yang digunakan untuk membuat struktur dan hierarki informasi.
  4. Interpretasi. Gambar yang dibuat agar siswa memahami konten yang ambigu.
  5. Transformasi. Gambar ini dapat membuat informasi lebih mudah diingat.

Behaviourisme dan Organ Visual

Konsep dasar behaviorisme berlaku dalam penggunaan organ visual manusia untuk menghasilkan efek persepsi, kognitif dan perilaku tertentu dari visual. Konsep operan behaviorisme yang berlaku adalah penguatan positif, penguatan negatif, hukuman positif, dan hukuman negatif. Penguatan positif melibatkan presentasi stimulus untuk menghargai perilaku dalam meningkatkan tindakan. Penguatan negatif melibatkan penghapusan stimulus mengikuti perilaku dalam meningkatkan perilaku itu. Hukuman positif mengacu pada penyajian atau penambahan stimulus mengikuti perilaku yang mengurangi perilaku itu. Hukuman negatif mengacu pada penghilangan stimulus mengikuti perilaku yang mengurangi tindakan itu.

Priming Visual

Teori penggunaan gambar selanjutnya terkait dengan priming visual. Priming merupakan persiapan pikiran manusia untuk menerima, fokus, atau “melihat” informasi tertentu. Priming sering terjadi pada tingkat bawah sadar. Setiap media pembelajaran sebaiknya mengandung visual yang digunakan untuk priming bawah sadar siswa. Elemen visual semacam itu dapat mengarahkan perhatian pelajar ke bagian tertentu dari suatu gambar. Beberapa penelitian psikologis dan kognitif melibatkan penggunaan kilasan gambar sub-detik ke pikiran pembelajar utama menuju pembelajaran di masa depan atau untuk mempromosikan sikap atau perilaku tertentu. Dalam media pembelajran 3D imersif, langkah dari urutan atau visual tertentu dapat mendorong kecepatan simulasi atau interaktivitas siswa. (maglearning.id)

Lohr, L. L. (2003). Creating graphics for learning and performance. Upper Saddle River, NJ: Merrill Prentice Hall.

%%footer%%

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan