Proklamasi Kemerdekaan / Masa Kemerdekaan (1945–1950)

Proklamasi Kemerdekaan (IPS Kelas9) / Masa Kemerdekaan (1945–1950) – Setiap tanggal 17 Agustus, kita selalu melaksanakan perayaan memperingati hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang kita cintai.

Peringatan hari kemerdekaan merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemerdekaan kepada kita. Peringatan ini juga merupakan ungkapan terima kasih kita kepada para pahlawan yang telah mengorbankan harta jiwa dan raga mereka untuk kemerdekaan Indonesia.

 

Proklamasi Kemerdekaan (IPS Kelas 9)

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada hari Jumat pukul 10.00 WIB, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah hibah dari Faradj Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

 

Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Menjelang akhir tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi satu daerah jajahannya jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Untuk menghadapi Sekutu, Jepang mencari dukungan kepada bangsa-bangsa yang diduduki dengan memberikan janji kemerdekaan.

Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji ini dikemukakan di depan Parlemen Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia. Sebagai pembuktiannya, ia mengizinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor, tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang.

 

1). Pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). BPUPKI terdiri dari 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.

Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei–1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10–17 Juli 1945.

a). Sidang Pertama BPUPKI

Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Untuk mendapatkan rumusan dasar negara yang benar-benar tepat, maka acara dalam sidang ini adalah mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Gagasan mengenai dasar negara yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh dapat kamu amati pada tabel berikut.

Nama Tokoh

 

Waktu Penyampaian Pidato

 

Gagasan              
Mr. Mohammad Yamin 29 Mei 1945 1. Peri Kebangsaan;

2. Peri Kemanusiaan;

3. Peri Ke-Tuhanan;

4. Peri Kerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat.

Mr Soepomo 31 Juni 1945 1. Persatuan;

2. Kekeluargaan;

3. Keseimbangan lahir dan batin;

4. Musyawarah;

5. Keadilan Rakyat.

Ir Soekarno 1 Juni 1945 1. Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme atau Peri

kemanusiaan;

3. Mufakat atau Demokrasi;

4. Kesejahteraan Sosial;

5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

 

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dikenal dengan istilah Pancasila. Peristiwa ini dikenang dengan ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat. Oleh karena itu, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggota Sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dinamakan ‘Panitia Sembilan’. Tugasnya adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Pertemuan Panitia Sembilan menghasilkan rumusan yang disebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang disetujui secara bulat dan ditandatangani pada 22 Juni 1945.

 

b). Sidang Kedua BPUPKI

Sidang kedua membahas rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan bentuk negara. Mengenai bentuk negara, mayoritas peserta sidang setuju dengan bentuk republik.

Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 19 orang untuk mempercepat kerja sidang. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno. Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti pembukaan UUD. Panitia Perancang UUD juga membentuk panitia lebih kecil beranggotakan 7 orang yang diketuai oleh Soepomo untuk merumuskan batang tubuh UUD.

Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang UUD yang diketuai Soekarno melaporkan hasil kerja panitia yaitu:

  • Pernyataan Indonesia Merdeka.
  • Pembukaan Undang-Undang Dasar.
  • Batang Tubuh UUD.

Dengan demikian, Panitia Perancang UUD telah selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menerima dengan bulat naskah Undang-Undang Dasar yang dibentuk Panitia Perancang UUD.

 

Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia.

Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta, sebagai penasihat diangkat Mr. Achmad Subardjo.

Pada awal pembentukannya, jumlah anggota PPKI terdiri atas 21 orang, kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27 orang. Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa Indonesia.

Secara simbolik, PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh nasional yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Radjiman Wiedyodiningrat dipanggil ke Saigon/Dalat, Vietnam untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia.

Informasi tersebut, yaitu pelaksanaan kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera dan wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.

 

Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu diketahui oleh beberapa tokoh pemuda, terutama Sutan Syahrir.

Kemudian Syahrir dan beberapa tokoh pemuda segera menemui Mohammad Hatta yang saat itu baru datang dari Dalat, Vietnam. Bersama Mohammad Hatta, Syahrir dan beberapa pemuda menemui Soekarno di rumahnya. Syahrir mengusulkan Soekarno-Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan tanpa melalui PPKI karena Sekutu akan menganggap kemerdekaan Indonesia sebagai suatu kemerdekaan hasil pemberian Jepang.

Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui oleh Soekarno-Hatta. Mereka berpendapat pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang, yaitu pada tanggal 24 Agustus 1945. Mereka beralasan bahwa meskipun Jepang telah kalah, namun kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.

Perbedaan sikap ini mendorong para pemuda kembali berunding pada pukul 24.00 menjelang 16 Agustus 1945. Rapat itu dihadiri oleh Sukarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Syudanco Singgih, dan dr. Sucipto.

Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Selanjutnya, Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno-Hatta dan rombongannya disambut baik oleh pasukan Peta pimpinan Syudanco Subeno. Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta tidak terlaksana. Kedua tokoh golongan tua tersebut masih mempunyai wibawa yang cukup besar.

Soekarno-Hatta tetap pada pendiriannya untuk tidak melaksanakan proklamasi kemerdekaan sebelum ada pernyataan resmi dari pihak Jepang tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu dalam sidang PPKI.

Di tengah suasana tersebut, Ahmad Soebardjo datang beserta sekretaris pribadinya, Sudiro pada pukul 17.30 WIB. Ahmad Soebardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada Sekutu.

Mendengar berita itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan nyawanya sendiri bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan yang meyakinkan tersebut, Syudanco Subeno bersedia melepaskan Soekarno-Hatta.

 

Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada malam hari, 16 Agustus 1945, pukul 20.00 WIB, Soekarno-Hatta beserta rombongan berangkat menuju Jakarta. Mereka tiba di Jakarta pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamana Maeda.

Tempat ini dianggap aman dari ancaman militer Jepang, karena Laksamana Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Laksaman inilah rumusan teks proklamasi disusun.

Ir. Soekarno menuliskan konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan esok harinya. Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.

Kalimat pertama dari teks proklamasi merupakan saran Ahmad Subardjo sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan dari Muh. Hatta. Kalimat pertama berisi pernyataan kehendak Bangsa Indonesia untuk merdeka, dan kalimat kedua berisi pernyataan mengenai pemindahan kekuasaan.

Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno membacakan hasil rumusan tersebut. Akhirnya, seluruh tokoh yang hadir pada saat itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut.

Permasalahan muncul mengenai siapa yang harus menandatangani teks proklamasi tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia.

Sukarni dari golongan muda mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia. Sukarni juga mengusulkan agar Soekarno yang membacakan teks proklamasi tersebut.

Usulan dari Sukarni dterima, kemudian Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah hasil ketikan Sayuti Melik, yaitu:

  • Kata “tempoh” diganti menjadi “tempo”.
  • Kata wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi Atas nama bangsa Indonesia”.
  • Penulisan tanggal yang tertera “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.

Selanjutnya, Sukarni mengusulkan agar pembacaan proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Usulan itu diterima. Pertemuan kemudian bubar setelah penentuan waktu upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan yaitu tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.

 

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Proklamasi adalah momentum penting bagi bangsa Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan langkah awal untuk menata diri agar diakui keberadaannya oleh dunia internasional.

Sejak pagi tanggal 17 Agustus 1945, persiapan upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi.

Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dalam melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifin Abdurrahman untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.

Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Setelah pidato dan pembacaan proklamasi selesai, kemudian dilakukan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Rakyat yang hadir serempak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan Wali Kota Jakarta, Suwiryo dan dr. Muwardi.

Peristiwa yang sangat bersejarah tersebut berlangsung secara sederhana dan hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Meskipun demikian, peristiwa tersebut membawa pengaruh yang luar biasa hebatnya bagi bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan ini merupakan tonggak berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.

 

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan

Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu.

Namun demikian, ada juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas dari segala-galanya, sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya. Sikap inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan-perlawanan baik terhadap tentara Jepang maupun kepada penguasa pribumi yang pada zaman kolonial Belanda maupun Jepang berpihak kepada penjajah.

Rapat Raksasa di Lapangan Ikada

Rakyat Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, pada umumnya melakukan aksi-aksi yang mendukung diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31, di pusat, dalam hal ini Jakarta menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan mau bertemu dengan rakyat dan berbicara di hadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai puncak perjuangan bangsa.

Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta yang terpilih secara aklamasi oleh PPKI, menyetujui rencana tersebut, demikian juga dengan para menteri yang telah dilantik.

Masalah yang menjadi perhatian adalah sikap tentara Jepang dengan rencana tersebut. Presiden harus mempertimbangkan rencana tersebut dengan matang agar tidak terjadi bentrokan dengan massa. Presiden memutuskan untuk mengadakan sidang kabinet di kediaman presiden.

Sidang kabinet diselenggarakan pada tanggal 9 September 1945 dan berlangsung sampai tengah malam, sehingga sidang ditunda sampai pukul 10.00 pagi keesokan harinya. Pada pagi harinya sidang dilanjutkan lagi di Lapangan Banteng Barat dan dihadiri oleh para pemimpin pemuda atau para pemimpin Badan Perjuangan.

Para pemimpin pemuda menghendaki agar pertemuan antara pemimpin bangsa dengan rakyatnya tidak dibatalkan. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan rapat menyetujui rencana itu.

Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian menuju ke Lapangan Ikada. Ternyata lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa yang lengkap dengan senjata tajam. Tampak pula tentara Jepang bersiap siaga senjata lengkap dan tank-tanknya.

Melihat kondisi ini tampaknya bentrokan antara pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu-waktu. Mobil presiden dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum dipersilahkan masuk ke Lapangan Ikada.

Soekarno menuju panggung dan menyampaikan pidato singkat setelah memasuki Lapangan Ikada. Soekarno meminta dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaannya, patuh, dan disiplin dalam pidatonya. Soekarno juga memerintahkan massa untuk bubar dengan tertib.

 

Latihan Soal Online

Setelah membaca penggalan sejarah proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas, cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di latihan soal proklamasi kemerdekaan (IPS kelas 9) berikut ini.

https://quizizz.com/join/quiz/5ef222bae81166001b1b88b8/start

 

Demikianlah modul belajar online ini kami sajikan. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi di lain waktu (maglearning.id).

 

%%footer%%

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan