Hukum Islam di Indonesia dan Dinamikanya

Hukum Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan karena dukungan dari kekuatan sosial budaya yang berakar dalam masyarakat Indonesia. Meskipun sebelumnya hukum Islam di Indonesia sempat mengalami pasang surut karena pemberlakuan hukum Islam di Indonesia senantiasa mengikuti dinamika politik hukum yang diterapkan oleh kekuasaan negara.

Namun, hukum Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dan berkesinambungan, melalui berbagai jalur dengan dukungan kekuatan sosial budaya yang berakar pada masyarakat Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan pasang surutnya pemberlakuan hukum Islam di Indonesia adalah keanekaragaman pemahaman dan cara pandang umat Islam terhadap hakikat hukum Islam itu sendiri.

Menurut M. Atho Mudzhar, perbedaan cara pandang umat Islam terhadap hakikat hukum Islam dapat dilihat dari empat aspek, yaitu : Fatwa-fatwa ulama, peraturan perundang-undangan di Ngeri muslim, keputusan-keputusan pengadilan agam dan kitab-kitab fiqh. Perbedaan sudut pandang pada keempat aspek tersebut telah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam upaya pemberlakuan hukum Islam di Indonesia.

 

Pemikiran Politik Hukum Islam di Indonesia

Transformasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional bukanlah sebuah hal yang mudah. Dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh pihak dan lembaga-lembaga yang terkait. Politik hukum merupakan sebuah produk hasil interaksi para elite politik yang berbasis kepada berbagai kelompok sosial budaya dalam masyarakat.

Dalam proses interaksi politik tersebut, elite politik yang memiliki daya tawar (bargaining) yang kuat akan mendominasi, sehingga kepentingan yang diusungnya memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat ditransformasikan.

Pada masa orde baru, pengembangan hukum nasional diarahkan bagi kodifikasi dan unifikasi sesuai dengan kepentingan masyarakat Indonesia. Ketentuan tersebut tertuang dalam TAP MPR mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara dalam kurun waktu 1973 sampai dengan tahun 1988. Ketentuan tersebut secara tidak langsung memberikan pengakuan terhadap hukum Islam yang berpeluang untuk dikodifikasi dan ditransformasikan dalam sistem hukum nasional.

Salah satu contoh keberhasilan transformasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan adalah dengan diberlakukannya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pemberlakuan UU tersebut tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peran para ulama, tokoh ormas, pejabat agama dan cendekiawan muslim dalam interaksi antar elite politik Islam dengan elite kekuasaan pada masa itu.

 

Dinamika Politik Hukum Islam di Indonesia

Runtuhnya pemerintahan orde lama dan lahirnya pemerintahan orde baru tidak terlepas dari peranan kalangan pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi yang para anggotanya mayoritas muslim. Pada masa awal terbentuknya orde baru, dilakukan berbagai macam perubahan terhadap kecenderungan birokrasi pada masa orde lama yang dianggap tidak bertanggungjawab.

Format politik pada masa orde baru bertumpu pada kekuatan militer dan birokrasi sebagai mesin politik yang bertugas menata kehidupan sosial dan mendorong pemerintahan orde sebagai satu-satunya kekuatan politik di Indonesia pada masa itu.

Berkembangnya pemerintahan orde baru juga telah turut mengubah kiblat pembangunan yang semakin condong ke Eropa barat dan Amerika. Hal ini mengakibatkan kalangan cendekiawan dan intelektual muslim juga turut akrab dengan pemikiran-pemikiran yang bersumber dari Eropa barat dan Amerika.

Perubahan kiblat pembangunan tersebut membuat dilema di kalangan Islam karena memberikan dukungan terhadap pemerintahan orde baru berarti turut serta dalam memberikan dukungan terhadap pemberlakuan gagasan dan pemikiran barat di Indonesia. Tetapi di sisi lain, menarik diri dari lingkaran orde baru akan membuat kalangan Islam tidak dapat turut berperan serta dalam upaya transformasi hukum Islam di Indonesia.

Dinamika politik di Indonesia tersebut, pada gilirannya melahirkan polarisasi di kalangan umat Islam di Indonesia yang turut melemahkan proses transformasi hukum Islam di Indonesia.

 

Gagasan Transformasi Hukum Islam di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Rousseau yang menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dan para warga negaranya. Kebebasan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh rakyat di negara tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang di suatu negara harus dibentuk berdasarkan kehendak umum dimana seluruh rakyat ikut berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Di Indonesia, kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan melalui sebuah lembaga tertinggi negara yang dikenal dengan sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Secara konseptual transformasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur konstitusional yang sejalan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia. Proses kodifikasi dan unifikasi hukum Islam harus dirancang dan diarahkan untuk mewujudkan kepastian hukum (law inforcement) di Indonesia.

 

Produk Hukum Islam di Indonesia

Dinamika hukum Islam dan proses transformasinya di Indonesia telah berjalan sinergis dengan dinamika politik di Indonesia terhitung sejak tahun 1970-an. Terdapat tiga bentuk umum peraturan perundang-undangan yang bermuatan hukum Islam, antara lain: hukum Islam yang secara formil dan materil menggunakan corak dan pendekatan keislaman, hukum Islam dalam proses taqnin diwujudkan sebagai sumber materi muatan hukum di mana asas-asas dan prinsipnya menjiwai setiap produk peraturan dan perundang-undangan dan hukum Islam yang secara formil dan materil ditransformasikan secara persuasive source dan authority source.

Berikut ini adalah beberapa produk peraturan perundang-undangan yang memiliki muatan materi hukum islam, yaitu:

  • Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (saat ini telah digantikan dengan UU No. 3 Tahun 2006)
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (saat ini telah digantikan dengan UU No. 10 Tahun 1998)
  • Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
  • Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
  • Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam
  • Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Selain peraturan perundang-undangan tersebut di atas, materi muatan hukum Islam juga diatur dalam peraturan-peraturan lain di bawah undang-undang, antara lain:

  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Perkawinan
  • Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
  • Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
  • Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
  • Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2000 tentang Penanganan Masalah Otonomi Khusus di NAD

Selain itu seiring dengan perkembangan konsepsi otonomi daerah di Indonesia, hukum Islam juga telah banyak ditransformasikan menjadi Peraturan Daerah yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia.

 

Demikian uraian singkat kami mengenai dinamika hukum Islam di Indonesia. Kami akan menguraikan lebih lanjut perihal hukum Islam dalam artikel yang akan kami posting berikutnya. Untuk memahami kajian hukum yang lebih mendalam, kami sarankan anda untuk membaca juga artikel yang telah kami posting sebelumnya. Akhir kata semoga artikel mengenai hukum Islam dapat bermanfaat bagi kita semua (maglearning.id).

 

%%footer%%

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan