mengukur karakteristik entreprenur

Bagaimana Mengukur Karakteristik Entrepreneur?

Mengukur karakteristik seorang entrepreneur atau wirausahawan sangat penting untuk dilakukan terutama untuk kebutuhan penelitian dan dalam usaha untuk menciptakan wirausahawan baru. Khususnya dalam hal kebutuhan penelitian, pengukuran karakter seorang entrepreneur sangat terkait dengan operasionalisasi variabel penelitian.

Tentu saja penelitian ini termasuk dalam penelitian sosial humaniora, di mana setiap variabelnya sebagian besar adalah variabel kualitatif yang membutuhkan pemahaman konsep yang mendalam untuk memahami bagaimana peneliti dapat melakukan pengukuran terhadap konsep tersebut. Nah, kali ini kita akan mencoba membahas tentang bagaimana mengukur atau melakukan tes terhadap karakteristik entrepreneur.

5 Tes Utama Untuk Mengukur Karakteristik Entrepreneur

Banyak tes telah digunakan untuk mengukur atau menilai perilaku kewirausahaan. Caird (1993) menjelaskan lima tes utama yang telah digunakan selama beberapa tahun terakhir untuk mengukur karakteristik entrepreneur.

  1. Thematic Apperception Test  (Tes Apersepsi Tematik / TAT). Tes ini dikembangkan oleh McClelland (1961) untuk mengukur kebutuhan seseorang akan prestasi, kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi. Penelitian McClelland menemukan bahwa wirausahawan cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dan kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, tetapi kebutuhan afiliasi yang rendah.
  2. Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Menggunakan hierarki kebutuhan Maslow (1987), tes ini menemukan bahwa wirausahawan menunjukkan kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian dan penurunan nilai. Kebutuhan akan otonomi ternyata menjadi motivasi terkuat untuk menjadi wirausahawan.
  3. Honey and Mumford Measure of Learning Styles. Honey dan Mumford meneliti gaya belajar individu. Tes ini menemukan bahwa wirausahawan lebih suka belajar melalui tindakan dan eksperimen, daripada melalui teori dan refleksi.
  4. Jackson Personality Inventory (JPI). Tes ini menguji inovasi, kesesuaian, tanggung jawab, dan pengambilan risiko (Jackson 1976). Wirausahawan (dibandingkan dengan manajer) ditemukan skor rendah pada kesesuaian dan tinggi dalam ukuran energi, pengambilan risiko, dan otonomi.
  5. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). Tes ini mengukur empat dimensi, yaitu: introversi-ekstroversi, intuisi-sensasi, pemikiran-perasaan dan penilaian-persepsi. Introversi-ekstroversi mengukur apakah Anda berfokus pada diri batin Anda, atau pada dunia luar. Intuisi-sensasi mengukur apakah Anda suka mencari pola dan kemungkinan, atau apakah Anda membutuhkan fakta. Thinking-feeling mengukur apakah Anda membuat keputusan berdasarkan analisis objektif, atau pada perasaan atau simpati pada pandangan orang lain. Persepsi penilaian mengukur apakah Anda lebih suka mengatur dan mengendalikan kehidupan, atau secara fleksibel menanggapi peluang yang selalu berubah. Entrepreneur cenderung lebih intuitif, berpikir dan perseptif daripada manajer yang cenderung lebih merasakan dan menilai. Sementara manajer membutuhkan fakta, dipengaruhi oleh orang lain, dan mencari ketertiban dan kendali, wirausahawan cenderung waspada terhadap kemungkinan baru, membuat keputusan dengan objektif, dan bersedia menerima perubahan.

Kelima tes yang dapat digunakan untuk mengukur karakteristik entrepreneur di atas dapat digunakan sebagai dasar pengukuran yang mumpuni. Namun ada satu tes lagi yang dipercaya dapat lebih baik dalam memprediksi seseorang untuk menjadi entrepreneur atau tidak.

Tes General Enterprising Tendency (GET)

Caird mengembangkan dan memvalidasi tes pengukuran karakteristik entrepreneur yang dinamakan General of Enterprising Tendency (GET). Tes ini menggunakan sampel sebanyak 262 responden dengan latar belakang pekerjaan yang beragam, termasuk pemilik usaha kecil, guru, perawat, staf administrasi, pegawai layanan publik, dan dosen universitas.

Tes GET mengevaluasi orientasi seseorang pada lima dimensi utama, yaitu:

  1. kebutuhan untuk berprestasi,
  2. kreativitas,
  3. keinginan untuk otonom,
  4. kapasitas pengambilan risiko, dan
  5. lokus kontrol internal.

Dibandingkan dengan pekerjaan lain, pemilik usaha kecil (wirusahawan) ternyata mendapat skor lebih tinggi di semua pengukuran. Uji statistik dari perbedaan skor, mereka menemukan bahwa orang-orang yang memiliki dan menjalankan bisnis mereka sendiri secara signifikan lebih mungkin untuk mendapatkan skor tinggi pada kelima kriteria tersebut daripada kelompok lain.

Karakteristik utama yang mendefinisikan wirausahawan cenderung menjadi dorongan kuat untuk berprestasi dan mepunyai daya saing. Mereka kreatif dan sering kali terbuka terhadap ide dan peluang baru, tetapi mereka juga berusaha melakukan banyak hal dengan cepat dan cenderung tidak sabar. Orang-orang seperti itu sering kali merupakan inisiator yang baik dan memiliki kemampuan untuk memulai usaha baru.

Kebutuhan akan Prestasi

McClelland (1968) menyatakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi terkait dengan potensi kewirausahaan, perilaku, dan pertumbuhan ekonomi. Tingkat kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi dikaitkan dengan kesadaran diri, kemampuan perencanaan, inisiatif, pemecahan masalah, energi, inovasi, tekad, dan motivasi.

Kebutuhan untuk berprestasi dibangkitkan dalam situasi yang melibatkan persaingan dan keunggulan. Entrepreneur sering dicirikan sebagai orang yang memulai sendiri dan memiliki keinginan yang kuat untuk bersaing dan mencapai tujuan yang menantang.

Penting untuk fokus pada keterampilan yang membantu pencapaian. Ini dapat mencakup kemampuan untuk menetapkan tujuan yang jelas, terukur dan realistis serta kemampuan untuk menilai diri sendiri dan belajar dari kesalahan.

Orang yang memiliki dorongan prestasi tinggi cenderung tidak termotivasi kuat oleh keinginan akan kekuasaan atau status. Meskipun kesuksesan dalam bisnis mungkin membawa kekuatan dan status, kemungkinannya kecil di tahun-tahun awal. Kekuasaan dan status lebih mungkin diperoleh orang-orang yang berprofesi atau dalam pemerintahan (PNS).

Kreativitas

Orang kreatif tidak hanya artistik, mereka juga dapat berpikir secara orisinal untuk menghasilkan ide baru atau cara berbeda dalam melakukan sesuatu. Dulu kreativitas dianggap sebagai warisan, tetapi sekarang dianggap mungkin untuk mengajarkan kreativitas.

Sering kali kreativitas dalam usaha berasal dari masukan kolektif anggota tim. Kreativitas dirangsang oleh lingkungan di mana ada toleransi terhadap kegagalan dan penerimaan keanekaragaman atau bahkan pertanyaan terus-menerus tentang status quo.

Inventaris adaptasi-inovasi Kirton telah digunakan untuk mengukur gaya kreatif individu. Pengukuran ini secara khusus melihat apakah gaya pemecahan masalah mereka adaptif atau inovatif. Adaptor berusaha untuk meningkatkan sebuah struktur yang ada dan inovator berusaha untuk mengubah struktur yang ada dengan mengambil risiko (Caird 1993).

Keinginan untuk Otonom

Keinginan untuk otonom (merdeka/bebas) dianggap sebagai kekuatan pendorong utama di balik banyak wirausahawan modern. Sering kali komitmen untuk menciptakan sesuatu yang istimewa bersama dengan rasa frustrasi dengan struktur kaku di lingkungan perusahaan, mendorong individu untuk mencari peluang.

Dorongan untuk otonomi tidak mencegah wirausahawan mengembangkan tim yang sukses tetapi membuat mereka tetap bertanggung jawab atas keputusan penting. Banyak pemilik usaha kecil, meskipun mereka bekerja berjam-jam dan mungkin berpenghasilan sedikit lebih dari karyawan yang digaji, ingin mempertahankan status wiraswasta mereka dengan alasan bahwa mereka menikmati kebebasan yang ditawarkannya (Hankinson 2000).

mengukur karakteristik entrepreneur

Orientasi Pengambilan Risiko

Bagaimana mengukur karakteristik entrepreneur berikutnya adalah terkait dengan pengambilan risiko. Pengukuran perilaku pengambilan risiko telah ditemukan berkorelasi secara signifikan dengan orientasi kewirausahaan (Caird 1993). Adalah John Stuart Mill (1848) yang mengembangkan definisi ‘entrepreneur’ yang menganggap pengambilan risiko menjadi perbedaan utama antara wirausahawan dan manajer.

Namun, Schumpeter (1934) tidak menekankan risiko karena ia mengakui bahwa baik pengusaha maupun manajer menanggung risiko kegagalan. Namun demikian, kecenderungan pengambilan risiko berbeda menurut usia, pengalaman, jenis kelamin, latar belakang, tahap perkembangan usaha, dan jenis usaha (Brockhaus 1987).

McClelland (1961) menemukan bahwa kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi mendorong individu untuk menjadi wirausaha, dan bahwa individu dengan kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi cenderung mengambil risiko sedang sebagai fungsi keterampilan yang diperhitungkan. Liles (1974) mengemukakan bahwa dalam penciptaan usaha baru, risiko yang ditanggung oleh wirausahawan meliputi keuangan, peluang karier, hubungan keluarga dan kesejahteraan.

Keputusan untuk mengasumsikan risiko ini tergantung pada persepsi pengusaha tentang tingkat risiko yang terlibat dalam usaha. McClelland mengidentifikasi tiga tingkat preferensi risiko (rendah, sedang, dan tinggi) yang memengaruhi keputusan individu untuk memulai usaha. Risiko kewirausahaan dapat dibagi lagi menjadi tiga komponen: 

  • kecenderungan umum mengambil risiko dari seorang pengusaha potensial;
  • kemungkinan kegagalan yang dirasakan untuk usaha tertentu, dan
  • konsekuensi yang dirasakan dari kegagalan.

Dalam studi Brockhaus (1980), kecenderungan pengambilan risiko tidak membedakan pengusaha dari manajer; ia menemukan bahwa kedua kelompok adalah pengambil risiko sedang. Dan oleh karena itu, definisi wirausahawan termasuk menanggung risiko tidak harus terbatas pada kepemilikan dan dapat berhubungan dengan manajer wirausaha.

Lokus Kontrol Internal

Timmons (1999) berpendapat bahwa dorongan dan tekad untuk mengejar suatu tujuan, bahkan ketika menghadapi kesulitan, adalah salah satu karakteristik yang lebih penting yang dibutuhkan seorang entreprenur / wirausahawan. Kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan ini sering ditemukan di antara orang-orang dengan lokus kontrol internal yang tinggi, atau di antara mereka yang merasa bahwa mereka sendirilah yang menentukan nasibnya sendiri.

Kemampuan untuk terus berjalan bahkan ketika segala sesuatunya tampak sulit dapat mengatasi banyak kekurangan lainnya. Misalnya, Memulai bisnis kecil baru mungkin akan mengakibatkan peningkatan hutang, gadai rumah, pemotongan gaji, kehilangan status sosial dan kekuasaan, dan bahkan mengurangi standar hidup seseorang.

Namun, pengusaha juga dapat menghitung risiko yang mereka ambil, dan dapat mundur atau mundur dari strategi tertentu dengan cepat jika mereka menilai bahwa ada pilihan yang lebih baik di tempat lain atau jika risikonya terlalu besar. Intinya, pikiran wirausaha adalah ulet, disiplin, gigih, siap untuk pengorbanan pribadi, dan berkomitmen total untuk tujuannya.

Itulah bahasan kami tentang bagaimana mengukur karakteristik entrepreneur. Semoga bermanfaat. Selamat belajar dan terus belajar (maglearning.id).

Loading...