MANUSIA: Akal, Pikiran, dan Otonomi

MANUSIA: Akal, Pikiran, dan Otonomi – Manusia adalah spesies yang unik. Meskipun kita termasuk dalam spesies hewan, namun kita bukan binatang. Kita juga bukan mesin super canggih maupun komputer, meskipun beberapa analogi dapat ditarik antara otak kita dan komputer. Walaupun beberapa hewan memiliki otak dan kode genetik yang sangat mirip dengan kita, namun tidak ada satupun yang memiliki otak atau kode genetik yang sama persis dengan kita. Lebih penting lagi, meskipun banyak penemuan menarik dan mengejutkan dalam penelitian hewan, tetap saja jelas bahwa banyak hal-hal penting yang dapat dilakukan manusia namun tidak dapat dilakukan oleh hewan.

akal manusia dan hewan

Hanya manusia yang memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa yang memungkinkan kita melakukan banyak hal, seperti berhipotesis, membayangkan, memprediksi, atau bahkan berbohong. Washoe si simpanse, misalnya, telah ‘diajari’ untuk ‘mengenali’ (bereaksi terhadap) tanda-tanda tertentu, dan hewan-hewan lain bisa dikatakan memiliki bahasa dalam arti minimal yang memungkinkan suatu bentuk komunikasi atau paling tidak respons atau bereaksi diantara mereka dan manusia. Tetapi sama sekali tidak ada bukti yang mendukung bahwa hewan dapat merumuskan pemikiran tentang ‘Anda berjanji untuk mengajak saya jalan-jalan, dan sekarang Anda telah melanggar janji Anda’. Sementara komputer dapat menghitung sampai tingkat dan kecepatan yang luar biasa, namun tidak ada komputer yang dapat ‘mengatakan’ pada dirinya sendiri ‘oh, saya sangat lelah dengan perhitungan ini’.

Ini bukan karena kita belum bisa merancang komputer yang dapat merumuskan pemikiran seperti manusia atau karena hewan belum menguasai bahasa yang cukup kompleks. Itu karena, sejauh yang kita tahu, tidak ada hewan lain yang memiliki kapasitas untuk menggunakan jenis bahasa kita, dan betapapun canggihnya komputer juga tidak menggunakan jenis bahasa kita. Mengatakan ini bukan untuk meremehkan pekerjaan yang telah dilakukan manausia dalam beberapa tahun terakhir pada otak, kecerdasan buatan, komputer, dan hewan. Secara sederhana bahwa saya ingin mengatakan bahwa manusia itu unik. Ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

Apapun kesamaan atau analogi yang ditarik antara otak hewan dan otak atau akal manusia, kecerdasan buatan dan manusia, komputer dan manusia, tetap saja ada perbedaan yang tak terhindarkan. Salah satu perbedaan nyatanya adalah kapasitas untuk menggunakan jenis bahasa yang unik. Dari perspektif pendidikan, kita dapat menambahkan bahwa jika misalnya ditemukan spesies hewan lain yang memiliki kapasitas ini, atau komputer yang sangat mirip dengan manusia (entah bagaimana komputer mendapatkannya), maka hewan atau komputer ini perlu pergi ke sekolah, karena kemampuan linguistik khas manusia adalah inti dari kemungkinan mereka dididik. Anda dapat mendesain atau memprogram mesin serta melatih monyet, tetapi kenyataannya, Anda hanya dapat mendidik manusia, atau, tepatnya, makhluk dengan kemampuan untuk berhipotesis melalui bahasa.

Kita memiliki tubuh fisik yang dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Kita memiliki otak, yang juga fisik yang dapat dipelajari dan dijelaskan dalam kaitannya dengan sebab dan akibat. Otak kita sebenarnya hanya berbeda sedikit dari hewan-hewan tertentu, jadi mungkin kurang tepat mengatakan bahwa keunikan kita sebenarnya tidak terletak di otak. Juga harus diakui bahwa kita dapat mengidentifikasi bagian otak tertentu dengan jenis aktivitas tertentu.

Ilmu pengetahuan telah menetapkan bahwa bagian otak dikaitkan dengan aktivitas kreatif. Ini artinya bahwa tanpa bagian otak atau akal manusia ini orang tidak dapat mewujudkan kreativitas, karena itu merupakan syarat yang diperlukan untuk menjadi kreatif. Namun, sebenarnya memiliki bagian otak yang berfungsi dengan baik belum cukup untuk memunculkan aktivitas kreatif. Menjadi kreatif berarti lebih dari sekadar otak berfungsi dengan baik. Deskripsi otak yang lengkap tidak akan pernah dapat menangkap seluruh gagasan kreativitas.

Walaupun sebagian dari kita dianugerahi kecemerlangan otak, namun perkembangan kehidupan kita bukan sekadar kecemerlangan itu. Mungkin kita dibentuk oleh pengalaman atau oleh keadaan alam. Jadi, kehidupan kita tidak ditentukan secara genetis, melainkan sesuatu yang kompleks di lingkungan kita.

Hal terpenting yang dimiliki manusia secara genetik adalah kemampuan untuk menguasai jenis bahasa yang berbeda. Ini adalah kemampuan untuk merumuskan proposisi yang mungkin benar, salah, atau imajiner, dan dengan ekstensi, untuk menjanjikan, membayangkan, dan berhipotesis, serta kemampuan konsekuensi untuk menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan dunia sampai batas tertentu. Ada cara-cara lain yang mungkin digunakan untuk mendefinisikan manusia misalnya merujuk pada jiwa jika dilihat dari pandangan religi. Tetapi tetap saja bahwa fitur unik yang paling mencolok dari manusia adalah penguasaan bahasa.

Sifat bahasa kita berbeda dengan sistem komunikasi hewan. Bahasa ini memungkinkan kita membangun pemahaman dan penjelasan tentang dunia kita. Tetapi jaringan pemahaman dan wawasan yang mapan telah dibangun selama berabad-abad meliputi kebenaran yang pernah diartikulasikan untuk memiliki kendali dan arahan atas kita. Misalnya, bahwa bilangan prima memiliki sifat tertentu: setelah melihat itu, tidak ada yang bisa kita lakukan tentang itu; kita tidak dapat mengubah apa pun; mereka memiliki sifat yang mereka miliki.

Akal manusia memahami bahwa argumen dari bentuk ‘Semua manusia fana; Socrates adalah seorang manusia, oleh karena itu Socrates adalah fana’ (yaitu silogisme dari bentuk semua A adalah B; C adalah A, oleh karena itu C adalah B), harus valid, sama seperti betuk argumen dari ‘Semua sapi berkaki empat; kelinci berkaki empat, oleh karena itu kelinci adalah sapi’ (Semua A adalah B; C adalah B, oleh karena itu C adalah A) tidak valid. Mungkin Anda ‘menemukan’ ini atau bahkan ‘menciptakan’ itu, tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa sekarang kita menyadari bahwa itu harus demikian, dan karena itu di sini kita tunduk pada pengetahuan yang sudah dikembangkan.

MANUSIA: Akal, Pikiran, dan Otonomi

Manusia menggunakan dan menanggapi penalaran secara unik. Mirip dengan hewan, kita juga terkadang berperilaku sesuai kaidah stimulus-respons sederhana; tetapi ciri khas manusia adalah penggunaan penalaran. Itulah esensi kita: pikiran kita berbeda dengan otak kita. Penggunaan kata-kata ‘pikiran’ dan ‘otak’ sayangnya sering tidak konsisten, terutama dalam disiplin ilmu yang berbeda seperti psikologi dan filsafat. Namun, perbedaan yang penting adalah antara organ fisiologis yang diperlukan tetapi tidak dapat diidentifikasikan berbagai aspek penalaran, yang kita sebut sebagai ‘otak’, dan ‘pikiran’ yang digunakan untuk gagasan non-korporeal tentang kemampuan penalaran aktual kita dalam pengertian seluas-luasnya. Jika Anda tidak memiliki otak, Anda tidak dapat berpikir; tetapi memiliki otak saja tidak menjamin memiliki banyak pikiran.

Berdasarkan fakta bahwa ketika kita memiliki pikiran kita dapat dikatakan memiliki ‘otonomi’, meskipun sering dianggap sebagai ‘kebebasan’ yang sebenarnya adalah ‘self-governance‘ atau ‘self-direction‘, sebagai lawan dari diarahkan, diatur, atau didorong oleh faktor-faktor eksternal, baik oleh situasi atau orang lain. Hewan memiliki sejumlah respons terbatas terhadap berbagai rangsangan, oleh karena itu mereka dalam arti harfiah diatur oleh keadaan. Jadi, tidak diragukan lagi, kita lebih memiliki otonomi.

Kita dapat bertindak sebagai respons karena alasan kita sendiri, dan dengan melakukan itu kita mengendalikan diri kita dari respons karena keadaan. Dalam melakukan hal itu kita bebas dalam arti tertentu ‘bukan korban keadaan’. Kita di sini tidak berbicara tentang kehendak bebas dan determinisme seperti yang dipahami secara tradisional. Terlepas dari kenyataan bahwa kita sebagian dibentuk oleh warisan genetik kita, sejauh kita mengikuti perintah pikiran kita, kita otonom dalam artian mengarahkan diri sendiri daripada diarahkan orang lain.

Ada hal lain yang perlu dibahas tentang pemahaman kita saat ini tentang genetika. Mengingat sejauh mana kita diberkahi secara genetis dan diberi kemiripan yang erat antara kode genetik individu, beberapa mungkin cenderung menyimpulkan bahwa kita semua pada kenyataannya sangat mirip dan hanya ada sedikit ruang untuk individualitas.

Terlepas dari kenyataan bahwa ternyata perbedaan antara masing-masing DNA adalah rata-rata 0,1 persen, bukti menunjukkan bahwa konsekuensi dari saling mempengaruhi antara masing-masing DNA dan lingkungannya yang unik memastikan perbedaan yang nyata dan tidak dapat dihindarkan antara kita. Kita secara individualitas dijelaskan dan tampaknya dijamin oleh pemahaman kita tentang genetika.

Individualitas bukanlah hal yang sama dengan otonomi, tetapi juga memiliki signifikansi potensial dalam hal pendidikan. Beberapa penelitian pendidikan, berusaha untuk menetapkan hukum universal atau setidaknya generalisasi yang berlaku luas terkait dengan pengajaran dan pembelajaran. Mungkin perlu mengasumsikan jenis identitas yang dirumuskan oleh ilmuwan alam misalnya unsur kimia, mineral, atau bahkan kita sendiri. Tetapi setiap manusia itu jauh lebih unik lagi.

Jika kita dapat memastikan bahwa dalam keadaan tertentu, pencampuran dua unsur kimia menyebabkan ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam keadaan yang sama akan selalu menyebabkan ledakan. Singkatnya, kesimpulan serupa akan tidak pasti berlaku, jika kita berasumsi bahwa karena suatu teknik mengajar memiliki efek yang sangat baik pada satu kelas, maka akan akan berlaku juga pada kelas lain dari individu yang berbeda.

Kesimpulan utama yang dapat ditarik dari pertimbangan pemahaman kita tentang genetika adalah bahwa pendidikan adalah hal yang paling penting di dunia bagi kita. Mungkin secara luas dan longgar didefinisikan sebagai bagian dari pengalaman yang berhasil atau gagal dalam mengembangkan alasan unik kita. Karena kapasitas pikiran kita, maka kemanusiaan kita yang esensial, dan karenanya otonomi kita. Hanya manusia yang bisa dididik. Hanya melalui beberapa bentuk pendidikan kita dapat sepenuhnya menyadari diri kita masing-masing.

Pertanyaan selanjutanya adalah “Apakah pendidikan yang telah kita jalani sudah membuat kita mempunyai banyak pikiran kreatif? atau telah membuat pemikiran kita lebih otonom?”. Menjadi menarik untuk kita diskusikan ditengah-tengah kondisi kita yang cenderung mudah menyebarluaskan berita yang belum terkonfirmasi kebenarannya.

Kita juga belakangan lebih mudah terpengaruh pada lingkungan luar daripada pemikiran kita sendiri. Kebenaran seolah-olah datang dari luar, bukan dari hasil penalaran atau pemikiran kita. Ukuran kebenaran seringkali menggunakan parameter orang lain atau kebanyakan orang. Tindakan kita salah bila tidak sesuai dengan pandangan umum. Dengan demikian dimana letak otonomi kita? Letak pemikiran kita? Atau sudah sehatkah otak kita?…… (maglearning.id)

Loading...