Sebagai makhluk sosial, tentu berinteraksi merupakan kebutuhan pokok yang meski dipenuhi. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tidak sedikit yang memilih untuk nongkrong santai sambil makan-makan. Obrolan-obrolan akan mengalir bak air, atau sesekali saling tukar pikiran, tentu hal ini adalah hal yang wajar dilakukan, khususnya kaum muda.
Untuk mewadahi kegiatan nongkrongnya agar semakin asyik, biasanya kaum muda akan memilih café atau pinggir jalan. Ketika nongkrong di café, tentu sangat jarang terjadi kenakalan-kenakalan remaja, seperti tawuran dan judi, karena setiap café memiliki aturan-aturan yang meski diindahkan pengunjung.
Lain halnya ketika kaum muda memilih nongkrong di jalan. Tak ada aturan mengikat, sehingga karena inilah mereka biasa dicap ‘nakal’ oleh masyarakat. Cap nakal ini tentu berlandasan karena kenakalan-kenakalan remaja biasanya dikaitkan dengan nongkrong-nongkrong di jalan.
Lalu, apakah nongkrong di pinggir jalan dilarang ? Tentu tidak dilarang sama sekali. Akan tetapi, karena lokasinya merupakan tempat umum dan langsung bersinggungan dengan dengan kemaslahatan banyak orang pengguna jalan untuk berbagai kebutuhan, tentu ada adab-adab yang meski diperhatikan.
Sebagaimana hadis dari Rasulullah:
Dikisahkan dari Abdullah Ibn Maslamah, ia berkata ‘Abd al-Aziz atau putra Muhammad Zaid yang berarti anak Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Abu Sa’id al-Hudri mengatakan, bahwa Rasulullah bersabda:”Berhati-hatilah duduk di pinggir jalan. Kemudian para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah bagi kami itu adalah sesuatu yang sangat sulit kami tinggalkan, karena dalam berkumpul itu kami berbincang-bincang.” Rasulullah berkata lagi, “Jika memang ada keharusan, maka maka berilah jalanan itu haknya.” Sahabat bertanya lagi, “Apa maksud haknya itu ya Rasulullah?” Rasulullahpun menjawab,”Palingkan pandangan kalian terhadap wanita, dan jangan membuat kegaduhan atau mengganggu orang-orang. Jawablah setiap salam, dan beramar ma’ruf nahyi munkarlah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berkumpul atau nongkrong tanpa adanya tujuan yang jelas tentu akan membuang waktu yang sangat berharga. Selain membuang waktu, biasanya nongkrong di pinggir jalan akan diwarnai dengan perbuatan-perbuatan buruk seperti menghina atau meremehkan orang lain. Padahal hal ini jelas-jelas bertentangan dengan aturan yang sudah ditetakan dalam Islam.
Nongkrong anak masa kini sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat. Namun siapa sangka jika di masa Rasulullahpun budaya nongkrong memang sudah tidak bisa dilepaskan dari masyarakat. Seperti contohnya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di atas. Dengan penjelasan Rasulullah di hadis tersebut, terlihat sekali bahwa tak ada larangan nongkrong dalam Islam. Namun, ada beberapa aturan yang memang harus ditaati, seperti menjaga pandangan, menjawab salam, menjaga ketertiban, dan lain sebagainya.
Jika saja nongkrong anak masa kini sebagaimana gaya nongkrong di zaman Rasulullah, tentu hal ini adalah hal positif yang meski diacungkan jempol. Anak-anak muda berdiskusi tentang keadana negeri ini, atau anak-anak mudah memikirkan nasib ummat kini. Namun sayangnya, nongkrong tidak lagi banyak memberikan manfaat bagi orang lain, kejahatan-kejahatan terjadi, seperti mabuk-mabukan di jalan, main judi, hingga mengganggu pengguna jalan.
Ketika nongkrongnya ala Rasulullah, tongkrongan tentu akan menjadi hal baik bagi seseorang dan sekelilingnya, misalnya anak-anak organisasi sebuah sekolah atau kampus yang akan merumuskan kegiatan, melakukan diskusi, kajian, dan lain sebagainya. Tentu karena nongkrongnya positif hasilnyapun akan positif pula.
Nongkrong bersama orang berilmu juga tidak ada salahnya. Ada beberapa pemuda yang saya kenal sering nongkrong di cafe membicarakan bab-bab agama dan akhlaq secara ringan namun penuh dengan keilmuan. Biasanya mereka adalah para santri yang sedang mencari ruang dan suasana lain untuk belajar sambil berdiskusi.
Sudah seharusnya generasi ini memikirkan, akan dibawa kemana tongkrongan-tongkrongan ini? Apakah sebatas cerita ngalor-ngidul, atau menyisipkan beramar ma’ruf nahyi munkar? Tentu pilihan ada di tangan di masing-masing. Akankah menjadikan nongkrong ajang haha hihi, atau yuk, kita buat kegiatan bla, bla, bla.