Sejarah Perkembangan Filsafat Sains – Masyarakat primitif menganut pemikiran mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke luar dari mitologi dan memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya.
Filsafat kuno dan abad pertengahan
Sejarah perkembangan filsafat sains di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab dengan pendekatan rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai dominan.
Sebelum era Socrates, kajian difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Menurut Heraklitos (535-475 SM), realitas di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa realitas di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan tidak mungkin terjadi.
Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM). Socrates mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif yang universal melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu jawaban.
Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh pikiran (persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan.
Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu ke-simpulan sehingga, suatu pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan pendukung. Logika ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidaknya sebuah pemikiran. Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis rasional terhadap sifat-sifat alam dan Allah, analisis suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas Aquinas (1225-1274).
Filsafat modern (abad 15 – sekarang)
Selanjutnya dalam sejarah perkembangan filsafat sains masa modern berkembang beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme menyatakan bahwa akal merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan.
Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan menyisihkan pengetahuan indra. Menurut Rene Descartes (paham rasionalisme dan skeptisme), pengetahuan yang benar harus berangkat dari kepastian. Untuk memastikan kebenaran sesuatu, segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu. Keragu-raguan membuat manusia bertanya/mencari jawaban untuk memperoleh kebenaran yang pasti (manusia harus berpikir rasional untuk mencapai kebenaran).
Pada paham empirisme, segala sesuatu yang ada dalam pikiran didahului oleh pengalaman indrawi. Pengetahuan dikembangkan dari pengalaman indra secara konkret dan bukan dari rasio. Menurut John Locke (empirisme dan naturalisme), pikiran awalnya kosong. Isi pikiran (ide) berasal dari pengalaman indrawi (lahiriah dan batiniah) terhadap substansi (benda) di alam.
David Hume (skeptisme dan empirisme) mengatakan ide atau konsep di dalam pikiran berasal dari persepsi (kesan terhadap pengalaman indra-wi) dan gagasan (konsep makna dari kesan) terhadap suatu substansi, bukan dari substansinya. Sementara menurut Francis Bacon, pengetahuan merupakan kekuatan un-tuk menguasai alam. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi melalui eksperimen dan observasi terhadap suatu fenomena yang ingin dikaji.
Paham lainnya adalah idealisme yang dianut Barkeley: ada disebabkan oleh adanya persepsi; dan paham idealisme – kritisisme yang dikembangkan Imanuel Kant. Menurut Kant, hakikat fisik adalah jiwa (spirit) dan pengetahuan adalah hasil pemikiran yang dihubungkan dengan pengalaman indrawi. Paham ini menggabungkan konsep rasionalisme dengan empirisme.
Paham positif-empiris (Aguste Comte) menyatakan bahwa realitas berjalan sesuai dengan hukum alam sehingga pernyataan pengetahuan harus bisa diamati, diulang, diukur, diuji dan diramalkan. Sementara paham pragmatisme William James menyatakan kebenaran suatu pernyataan diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional (bermanfaat) dalam kehidupan praktis. Pernyataan dianggap benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis bagi manusia.
Demikianlah sajian kami mengenai sejarah perkembangan filsafat sains secara ringkas. Semoga ada manfaatnya. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan bersama maglearning.id.