Aktivitas mental ibaratnya hanyalah satu sisi mata uang dalam proses pembelajaran, masih ada sisi lain yang tidak terpisah. Prinsip ini akan sangat terkait dengan pembelajaran bermakna.
Ada berbagai alasan mengapa pemrosesan mental aktif efektif dalam pembelajaran. Prinsip ini mempunyai efek untuk membentuk tautan dalam informasi yang dipelajari, atau membuat hubungan antara materi yang dipelajari dan informasi yang sudah akrab bagi siswa.
Hasil pembentukan koneksi dari proses pendekatan aktif dalam pembelajaran dapat membuat perbedaan besar dan penting. Hal ini akan membantu belajar dengan mengubah tugas dari mempertahankan salah satu sejumlah besar item kecil yang tidak berhubungan (sangat sulit bagi siswa/manusia), menjadi sesuatu yang lebih mudah, yaitu mempertahankan sejumlah kecil item dari item-item yang lebih besar.
Inti dari prinsip membuat koneksi yang bermakna dalam pembelajaran adalah: Kemampuan manusia dapat diperluas sebagai hasil dari pemrosesan mental yang mempersepsikan koneksi bermakna antara informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa. Pada kenyataannya kita akan merasa lebih mudah untuk mempelajari fakta baru ketika kita bisa menghubungkannya dengan sesuatu yang sudah kita ketahui. Di sinilah letak dasar pembelajaran bermakna itu.
Informasi baru yang sama sekali tidak berhubungan dengan apapun yang kita sudah ketahui sering membingungkan dan mudah terlupakan. Informasi ini bisa sangat sulit untuk dipahami, dan mustahil untuk dipelajari kecuali melalui proses belajar yang lambat. Menemukan koneksi antara informasi baru dan pengetahuan yang ada bisa mengatasi masalah ini.
Seperti halnya dengan prinsip pemrosesan mental aktif, kebenaran prinsip membuat koneksi yang bermakna telah diuji melalui berbagai eksperimen psikologis. Dalam satu penelitian, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Bransford, Stein, Shelton, & Owings pada tahun 1981 ini, siswa dewasa diminta untuk mendengarkan dengan cermat beberapa kalimat sederhana seperti berikut:
- Pria botak itu membaca koran
- Pria lucu itu membeli cincin
Kemudian, mereka ditanyai berbagai pertanyaan yang dirancang untuk menguji seberapa banyak informasi telah disimpan. Skor mereka pada tes memori tidak luar biasa, dengan rata-rata sekitar empat dari sepuluh pertanyaan dijawab dengan benar.
Kelompok siswa lain dalam percobaan ini diminta untuk mendengarkan kalimat yang lebih panjang, misalnya:
- Pria botak itu membaca koran untuk mencari model-model topi
- Pria lucu itu membeli cincin yang menyemprotkan air
Perhatikan bahwa kalimat-kalimat ini mengandung lebih banyak informasi daripada kelompok pertama, sehingga pendengar mungkin mempertahankan proporsi yang lebih kecil dari informasi di dalamnya. Peserta memberikan jawaban yang benar untuk pertanyaan seperti “Pria mana yang membaca koran?” sebanyak tujuh pertanyaan dari sepuluh kesempatan.
Temuan ini mungkin agak aneh. Mengapa memberikan informasi dalam jumlah yang lebih banyak malah membuat tugas mempertahankannya lebih mudah?. Jawabannya cukup sederhana. Dengan kalimat yang lebih panjang, memungkinkan bagi siswa untuk membentuk koneksi, dengan memanfaatkan apa yang sudah mereka ketahui untuk membedakan koneksi yang bermakna dalam informasi.
Dengan kalimat seperti “Pria lucu membeli cincin”, memang benar bahwa pada dasarnya hanya ada dua proposisi yang harus dipertahankan. Pertama bahwa pria itu lucu, dan kedua, dia membeli cincin. Tetapi keduanya adalah fakta yang sepenuhnya terpisah, tanpa koneksi atau hubungan di antara keduanya.
Sebaliknya, pada kalimat “Pria lucu itu membeli cincin yang menyemprotkan air”, meskipun ada tiga proposisi (dua yang sebelumnya ditambah fakta bahwa cincin itu menyemprotkan air) namun ada kemungkinan siswa melihat adanya hubungan diantara ketiga proporsi, dengan syarat siswa sudah memiliki pengetahuan tentang hubungan antara kesenangan dan cincin yang menyemprotkan air. Untuk siswa seperti itu, tidak perlu mempertahankan tiga proposisi terpisah, karena koneksi menggabungkannya menjadi satu. Inilah yang membuat tugas mempertahankan informasi lebih mudah.
Secara umum, kita tidak pandai mengingat banyak fakta atau informasi yang tidak berhubungan. Kita melakukan jauh lebih baik ketika, dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah kita miliki, kita dapat menghubungkan fakta-fakta itu menjadi sesuatu yang bermakna dengan mengkoneksikan fakta satu dengan fakta lain menjadi suatu kesatuan.
Elemen-elemen yang terpisah akan menyatu dalam semacam rantai. Akibatnya, ketika kita mencoba untuk belajar atau mengingatnya, satu item menuntun kita ke item berikutnya. Inilah sebenarnya inti dari pembelajaran bermakna.