Mengapa Siswa Berperilaku Kurang Baik di Sekolah?

Sebagai guru tentu kita sering menemui siswa yang berperilaku kurang baik di sekolah. Tingkah mereka sering menjadi salah satu masalah yang membuat proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Celakanya tingkah seorang siswa yang tidak bisa dikendalikan bisa memengaruhi proses pembelajaran siswa yang lain, sehingga bisa mengganggu proses pembelajaran secara keseluruhan.

Banyak alasan atau penyebab mengapa mereka tidak kooperatif atau berkelakuan buruk di sekolah. Namun, biasanya disebabkan karena kebutuhan-kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan yang lebih tinggi, misalnya pengakuan dan penghargaan.

Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku buruk siswa berkaitan dengan guru yang kurang memperhatikan kebutuhan individu siswa atau kurang berusaha memahami siswa. Hal ini menyebabkan siswa cenderung merasa frustrasi atau tidak menganggap serius guru, sehingga mendorong mereka untuk untuk membuktikan bahwa mereka benar.

Selain faktor-faktor tersebut masih banyak faktor lain yang tidak mungkin dibahas satu persatu. Berikut ini beberapa faktor umum yang menyebabkan mengapa siswa berperilaku tidak pantas.

Kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Siswa dan orang dewasa sama-sama memiliki motivasi yang relatif langsung terkait dalam setiap tindakan mereka, seperti yang dijelaskan secara rinci oleh Hierarki Kebutuhan Maslow (Gambar). Setelah kebutuhan dasar yaitu makanan, pakaian, dan tempat tinggal terpenuhi, siswa kemudian cenderung pada pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi untuk suka berteman, memiliki otonomi, mendapatkan status, rasa ingin tahu, agresi, kekuasaan, pengakuan, dan afiliasi. Guru bisa memetakan kebutuhan para siswa mereka. Guru kemudian menentukan apakah kebutuhan dasar para siswa sudah terpenuhi dan kemudian fokus untuk membantu siswa mereka dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Siswa malu. Salah satu motivasi yang paling kuat bagi siswa untuk bertindak adalah untuk menghindari rasa malu dan penghinaan di depan teman-temannya, kemudian diikuti dengan motivasi untuk menyenangkan guru dan orang tua mereka. Namun, motivasi menyelamatkan harga diri dan perasaan memegang kendali cenderung menjadi motivasi utama bagi setiap siswa.

Ketika siswa berperilaku atau terlihat bertindak berlebihan (over acting) di kelas, sering kali merupakan kedok karena tidak mengetahui jawaban atau untuk hindari terlihat bodoh di depan teman-teman mereka. Maka, perlu bagi guru untuk menghindari semua hal yang berpotensi membuat siswa terlihat tidak cerdas di depan teman-teman mereka.

Kurangnya relevansi atau koneksi pribadi. Ketika siswa tidak menganggap aktivitas atau pembelajaran yang dilakukan bermakna, mereka cenderung tidak menganggap serius aktivitas, proses pembelajaran, atau bahkan matapelajaran dan guru mereka. Guru harus mampu menunjukkan bahwa materi yang sedang dibahas atau tugas yang mereka berikan dibutuhkan oleh siswa.

Penjelasan tentang mengapa aktivitas pembelajaran itu penting dan relevan harus autentik, bila tidak ingin siswa menilainya sebagai retorika bahkan tipu muslihat. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa menginspirasi guru untuk mengembangkan kurikulum atau bahkan mengkritisinya. Namun, yang terpenting adalah siswa berhak mendapatkan konten yang bermakna bagi mereka.

Tidak ada koneksi yang baik dengan siswa. Siswa tahu ketika guru tidak menyukainya. Mereka juga tahu ketika upaya untuk membangun koneksi itu gagal atau salah. Jika seorang guru terlanjur menghadapi kondisi hubungan negatif dengan seorang atau beberapa siswa, satu-satunya cara terbaik untuk mengubahnya dengan cara yang nyata dan nonpatronisasi adalah dengan fokus pada pekerjaan, bukan kepribadian. Berikan siswa tantangan progresif dan menjamin tantangan tersebut membawa kesuksesan. Puji pekerjaan karena kualitasnya yang baik. Perlahan, hubungan akan terbangun kembali.

Guru tidak siap. Siswa bisa merasa tidak dihargai ketika gurunya terlihat tidak siap untuk mengajar. Ketidaksiapan guru ini bisa dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya sebatas pada kesiapan penguasaan materi, bahan ajar, dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah ketika guru memberikan tugas dan harus dikumpulkan tepat waktu dan atau memberikan tenggat waktu yang singkat, namun kemudian guru gagal untuk memberikan umpan balik (biasanya penilaian) tepat waktu, maka hal ini akan membuat siswa tidak lagi menganggap guru serius. Dengan demikian hindarilah memberi tugas berlebihan yang tidak dapat dikembalikan dengan segera kepada siswa. Persiapkan diri dengan baik sebelum memulai pembelajaran dan buat rencana pembelajaran dengan baik kemudian bagikan rencana tersebut kepada siswa untuk menghindari tugas-tugas atau kegiatan terlihat tidak terkait dengan pembelajaran mereka.

Siswa melihat guru tidak autentik. Tidak sedikit seseorang memilih profesi sebagai guru karena motivasi ekonomi, walaupun guru yang memang mempunyai passion sebagai pendidik karena panggilan jiwa juga sangat banyak. Guru harus terlihat autentik oleh para siswanya, ia harus mampu menunjukkan dedikasi sebagai guru dan selalu berusaha membantu pembelajaran siswa. Namun, upaya ini harus dilakukan dengan wajar, seringkali guru baru datang dengan membawa image ‘guru heroik’ yang akan menolong siswa dari banyak masalah pembelajaran yang dihadapi. Siswa ingin guru menjadi diri mereka sendiri dan fokus pada siswa, bukan pada popularitas guru.

Siswa merasa tidak dipedulikan. Hindari mendiskusikan siswa dengan guru lain di hadapan siswa. Atau memperbincangkan kelemahan siswa di depan siswa lain. Jangan sampai seorang siswa pun mendengar pembicaraan guru tentang hal negatif siswa mereka, tidak peduli siapa pun mereka. Hindari pembicaraan negatif tentang siswa di antara guru-guru lain. Bila memang pembicaraan itu demi perbaikan siswa atau upaya bersama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sebaiknya dilakukan secara tertutup dan formal.

Siswa membawa masalah dari rumah. Kehidupan di rumah dapat mengganggu siswa di sekolah, terutama bila siswa tidak mampu mengendalikan tekanan dari masalah yang dihadapinya di rumah. Tekanan itu akan semakin berat bila pihak sekolah tidak memahaminya dan malah memberikan beban tambahan. Tekanan yang paling umum dihadapi siswa adalah masalah keuangan, perceraian, atau keluarga yang tidak harmonis. Siswa menjadi sering berakting adalah akibat umum dari masalah ini, dan guru sebaiknya memperhatikan hal ini dan dengan lembut mendekati siswa untuk menggali informasi lebih lanjut. Berkonsultasi dengan layanan konseling profesional sekolah tentang segala masalah yang dicurigai adalah langkah berikutnya yang sangat bermanfaat dalam membantu siswa untk mengatasi tekanan-tekanan ini.

Siswa mengharapkan pujian bukan hinaan. Pujian dan penghargaan positif lainnya yang terkait erat dengan perilaku positif siswa secara perlahan mengajarkan siswa apa yang perlu mereka lakukan untuk diakui dan merasa lebih baik. Penguatan semacam ini harus konsisten dan sering dilakukan oleh guru. Secara bertahap siswa akan mengadopsi perilaku yang membuat mereka nyaman dan positif daripada perhatian negatif yang tidak mereka inginkan. Namun guru harus memuji pekerjaan atau kemajuan belajar mereka, bukan pujian pribadi yang justru tidak terkait dengan pembelajaran.

Sebaiknya lebih mengutamakan pendekatan positif daripada negatif. Misalnya, tuliskan di papan tulis daftar siswa yang telah menyelesaikan pekerjaan mereka daripada daftar daftar siswa yang belum selesai. Lebih baik menulis daftar siswa yang mendapat nilai terbaik daripada siswa yang mendapat nilai jelek. Ingatkan atau nasihati siswa dengan cara yang positif, bukan dengan cara negatif.

Siswa memiliki harapan yang tidak jelas di kelas lain. Pastikan aturan dan prosedur di kelas jelas, jika mungkin, dipasang di ruangan. Bagikan ini dengan guru lain dan minta dukungan mereka. Jangan pernah mengkritik guru lain di hadapan siswa, hal itu bisa merusak upaya semua orang.

Siswa kurang motivasi. Ada tiga dasar motivasi dalam pembelajaran yang sering disebut dengan tiga kaki motivasi. Tiga kaki itu adalah: (a) siswa perlu merasa bahwa tujuan pembelajaran yang harus dicapainya berharga dan menarik, (b) jumlah pekerjaan atau upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah wajar, dan (c) jika upaya itu dilakukan, maka tujuan pembelajaran dapat dicapai. Agar siswa termotivasi, ketiga elemen harus hadir. Jika seorang siswa tampak tidak termotivasi, guru harus mencoba untuk mendiagnosis kaki mana yang hilang. Contoh dari kasus motivasi ini akan disampaikan pada artikel selanjutnya.

Demikian uraian singkat tentang beberapa penyebab siswa berperilaku kurang baik di kelas. Semoga dapat membantu, sampai jumpa di lain kesempatan (maglearning.id).

Loading...

Tinggalkan Balasan