Konsep Branding dan Prinsip Prinsip Branding

Konsep Branding dan Prinsip Prinsip Branding

Konsep branding secara intrinsik terkait dengan iklan, pemasaran, dan bermain dengan aspirasi bawah sadar konsumen. Sebuah merek bisa berupa produk, orang, atau logo – apa pun yang dapat dibeli dan dijual, sebagai gagasan atau artefak, dapat dijadikan merek. Branding adalah budaya global yang diperkuat oleh konsumerisme dan kebutuhan orang untuk mengategorikan gaya hidup, kesukaan, dan ketidak-sukaan mereka melalui pembelian produk tertentu.

Terlihat bahwa merek memiliki nilai-nilai yang membedakannya dari pesaingnya. Menarik untuk dipertimbangkan mengapa kita membeli produk merek dibandingkan dengan merek supermarket sejenis yang dijual setengah harganya. Apa yang membuat kita percaya bahwa isi kaleng tersebut memiliki kualitas yang lebih baik?

Konsep Konsep Branding Menurut Para Ahli

Konsep branding melibatkan berbagai elemen dan aspek yang telah dikembangkan dan dikaji oleh para ahli pemasaran selama beberapa dekade terakhir. Berikut ini adalah konsep konsep branding menurut para ahli pemasaran yang berpengaruh dalam dunia bisnis.

Philip Kotler: Merek Sebagai Asas Persaingan

Philip Kotler, salah satu tokoh pemasaran terkemuka, telah mengemukakan bahwa merek adalah asas persaingan yang sangat penting dalam pasar global. Menurut Kotler, merek adalah identitas yang membedakan produk atau jasa dari pesaingnya. Merek memungkinkan perusahaan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai uniknya kepada konsumen dan membantu menciptakan hubungan emosional dengan mereka. Dalam pandangan Kotler, branding membantu menciptakan citra merek yang positif di benak konsumen, yang pada gilirannya meningkatkan kesetiaan konsumen dan keuntungan perusahaan.

Keller’s Customer-Based Brand Equity Model

Kevin Lane Keller, seorang profesor terkenal di bidang pemasaran, mengembangkan model Customer-Based Brand Equity (CBBE) yang menggambarkan bagaimana merek memengaruhi persepsi konsumen. Model ini mencakup empat tingkatan: identifikasi merek, pengetahuan merek, sikap terhadap merek, dan tindakan terkait merek. Keller menekankan pentingnya membangun “ekuitas merek” yang kuat dengan konsumen, yang dapat menghasilkan loyalitas konsumen, harga yang lebih tinggi, dan kesuksesan jangka panjang.

David Aaker: Merek Sebagai Aset

David Aaker, seorang pakar dalam bidang branding, telah menekankan bahwa merek bukan hanya sebuah nama atau logo, melainkan sebuah aset yang dapat memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Menurut Aaker, merek yang kuat dapat memberikan keunggulan kompetitif dengan menciptakan pengenalan merek yang kuat di pasar. Ia juga mengidentifikasi empat dimensi merek: visi merek, kultivasi merek, arsitektur merek, dan portofolio merek. Dalam pandangan Aaker, perusahaan perlu merencanakan dan mengelola merek mereka secara strategis untuk mencapai kesuksesan jangka panjang.

Scott Bedbury: The Brand Gap

Scott Bedbury adalah seorang profesional branding yang terkenal karena bekerja dengan merek terkenal seperti Nike dan Starbucks. Ia mengembangkan konsep “The Brand Gap,” yang menyoroti perbedaan antara merek yang kuat dan merek yang kurang berhasil. Bedbury berpendapat bahwa merek yang sukses memahami audiensnya dengan baik, memiliki nilai dan misi yang jelas, serta konsisten dalam komunikasinya. Menurutnya, merek yang kuat memiliki “jiwa” yang menghubungkan mereka dengan konsumen secara emosional.

Al Ries dan Jack Trout: Posisi Merek

Dua ahli pemasaran terkenal, Al Ries dan Jack Trout, mengembangkan konsep “posisi merek” yang menekankan pentingnya menciptakan posisi unik dalam benak konsumen. Mereka berpendapat bahwa dalam dunia yang penuh persaingan, merek perlu memiliki posisi yang membedakannya dari pesaing. Mereka juga mengemukakan bahwa konsumen hanya mampu mengingat beberapa merek dalam setiap kategori produk, sehingga penting untuk menciptakan posisi yang kuat dalam benak mereka.

Kapferer’s Brand Identity Prism

Jean-Noël Kapferer adalah seorang ahli branding yang dikenal dengan Brand Identity Prism-nya. Model ini menggambarkan enam elemen yang membentuk identitas merek: fisik, kepribadian, budaya, hubungan, refleksi konsumen, dan diri merek. Menurut Kapferer, merek yang kuat harus memiliki identitas yang kohesif dan konsisten dalam semua elemen ini.

Marty Neumeier: Merek Sebagai Identitas

Marty Neumeier, seorang pakar dalam bidang desain dan branding, mengembangkan konsep “merek sebagai identitas.” Ia berpendapat bahwa merek adalah cermin dari nilai, kualitas, dan karakter perusahaan. Neumeier menekankan pentingnya menciptakan merek yang sederhana, jelas, dan konsisten dalam komunikasinya.

Seth Godin: Merek Sebagai Kisah

Seth Godin, seorang penulis dan pemasar terkenal, menggambarkan merek sebagai kisah. Menurutnya, merek yang sukses adalah yang dapat menginspirasi dan menghubungkan dengan audiens melalui narasi yang kuat. Godin berpendapat bahwa merek yang berbicara tentang nilai-nilai, visi, dan tujuan mereka memiliki potensi untuk menciptakan hubungan yang mendalam dengan konsumen.

Wally Olins: Identitas Merek

Wally Olins, seorang ahli branding terkemuka, menekankan pentingnya “identitas merek” dalam memahami konsep branding. Ia berpendapat bahwa identitas merek mencakup elemen seperti nama merek, logo, warna, dan gaya komunikasi. Olins menekankan pentingnya menciptakan identitas yang kuat dan konsisten untuk merek.

Jennifer Aaker: Merek Sebagai Cerita

Jennifer Aaker adalah seorang profesor pemasaran yang mengemukakan konsep merek sebagai cerita. Ia berpendapat bahwa cerita merek dapat membantu menciptakan hubungan emosional dengan konsumen. Menurut Aaker, merek yang memiliki narasi yang kuat memiliki potensi untuk menarik perhatian dan membangun kesetiaan konsumen.

Dalam kesimpulan, konsep-konsep branding yang telah dikembangkan oleh para ahli pemasaran ini menyoroti kompleksitas dan pentingnya branding dalam dunia bisnis. Merek bukan sekadar nama atau logo, melainkan sebuah aset yang memiliki nilai strategis. Merek yang kuat dapat menciptakan pengenalan merek yang kuat, loyalitas konsumen, dan keunggulan kompetitif.

Beberapa merek telah melintasi batas-batas menjadi nama yang terkait dengan produk itu sendiri. Sebagai contoh, pemutar MP3 lebih sering disebut sebagai iPod, di bar kami memesan coke (Coca Cola) daripada Pepsi. Kekuatan merek terlihat dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bahasa kita dipenuhi dengan referensi merek.

Tidak ada merek yang dapat menarik semua orang. Melalui pemasaran dan periklanan, citra merek diidentifikasi dan dijual kepada masyarakat. Merek dapat didefinisikan dengan menganalisis nilai-nilai intinya melalui pemahaman tentang produk, mengomunikasikannya kepada khalayak konsumen yang tepat dan memahami khalayak tersebut, dan akhirnya mencocokkan produk dengan lingkungan fisik.

Dalam istilah ritel, toko dibangun berdasarkan konsep merek dan produk yang dijual di dalamnya. Interior toko meniru aspirasi nilai dan kualitas merek untuk meningkatkan hubungan antara ruang dan pesan. Segala sesuatu tentang merek harus konsisten – dari warna terkait dan gaya grafis hingga jangkauan produk, apakah beragam atau berfokus, dan interior. Konsistensi ini membuat pesan menjadi lebih kuat dan menguatkan nilai merek.

Evolusi branding

Contoh paling awal dari branding dapat ditelusuri kembali sejauh tahun 1880-an ketika logo mulai muncul pada kemasan makanan seperti Campbell’s soup, Coca Cola, dan Lyle’s Golden Syrup. Penggunaan branding dimulai sebagai ungkapan atau gambar yang melekat pada produk. Barulah pada akhir tahun 1940-an organisasi mulai mengubah hukum periklanan untuk mendeskripsikan bisnis dan fungsinya, daripada produk, dan istilah ‘identitas merek’ menjadi umum dalam bahasa perusahaan.

Konsep branding benar-benar berkembang pesat pada tahun 1980-an, mengikuti resesi dan penurunan laba dan produktivitas produsen terbesar di dunia. Untuk pertama kalinya, produksi dapat dipindahkan ke luar negeri, ke tempat seperti China dan India, dengan sebagian kecil biaya, karena reformasi dalam hukum ketenagakerjaan dan perdagangan. Sebelum ini, perencanaan proses manufaktur adalah strategi inti bisnis; ini lambat laun mulai digantikan dengan pengembangan esensi merek.

Pada tahun 1990-an, merek-merek besar lebih suka memangkas harga produk mereka daripada menghabiskan uang untuk periklanan karena penurunan pasar, dengan konsekuensi merugikan. Banyak tidak selamat dari dampak resesi dan Wall Street memprediksi ‘kematian merek’. Mereka yang tetap setia pada nilai merek dan strategi pemasaran mereka bertahan dan masih menjadi pemain besar di sektor ritel hingga saat ini.

Prinsip Prinsip Branding

Setiap citra merek dibentuk dengan menentukan prinsip utama di balik maknanya. Selain mempertimbangkan produk dan lingkungannya, penting untuk menjaga visi tentang bagaimana mendirikan merek dan bagaimana merek itu berdiri di samping pesaingnya. Seperti yang sudah dibahas, merek yang setia pada nilai-nilai merek mereka mampu bertahan dan bersaing dalam dunia yang penuh persaingan. Misalnya, apakah merek adalah pemimpin pasar atau pengikut? Apakah merek bermaksud berdiri sendiri atau menyambut masuknya merek lain? Apakah merek memiliki fokus yang luas atau sempit dalam hal keragaman produk? Apakah merek bersifat global atau lokal? Apakah merek memiliki daya tahan atau sering berubah? Prinsip-prinsip ini mulai mempertanyakan dan memberi tahu pernyataan misi organisasi dan merupakan inti strategi merek.

Prinsip-prinsip dari sebuah merek dapat diuraikan di bawah ini:

  • Esensi. Esensi mengidentifikasi apa yang ada di hati bisnis dan sifat pekerjaannya. Ini adalah fitur-fitur paling penting dari organisasi tersebut.
  • Nilai. Istilah ‘nilai merek’ dapat dieksplorasi melalui moral dan standar organisasi serta bagaimana nilai-nilai ini muncul dalam merek.
  • Citra. Citra merek adalah salah satu aspek paling penting dari pengembangan merek dan sangat penting dalam menunjukkan esensi dan nilai-nilai organisasi ke dunia melalui sarana visual.
  • Ide-ide besar. Ide-ide besar menunjukkan apa yang ingin dicapai merek.
  • Pencipta uang. Di balik setiap merek ada ambisi untuk menghasilkan uang. Penting untuk mengetahui bagaimana hal ini akan terjadi.
  • Penarik aneh. Keberhasilan banyak merek berada pada hal-hal yang tidak diketahui dan penawaran tambahan yang dapat dilakukan di bawah merek. Penting untuk bertanya pada apa lagi orang menggunakan/ memerlukan merek tersebut.
  • Budaya. Siapa pasar/konsumen/pengguna dan bagaimana rasanya menjadi bagian dari budaya ini?

Demikianlah apa yang bisa kami sampikan mengenai konsep konsep branding, evolusi, serta prinsip prinsip brandning. Semoga tulisan sederhana ini membantu Anda memahami pentingnya branding dalam bisnis. (maglearning.id)

Loading...

Tinggalkan Balasan