Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan dan Pengertian Ilmu Logika atau kalam oleh para ahli, yang secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:
The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah.
Definisi Logika Menurut para Filusuf Internasional
Berikut definisi logika menurut beberapa ahli yang telah berperan dalam membentuk pemahaman kita tentang logika.
Aristoteles: Logika sebagai Alat Penalaran
Aristoteles, filsuf Yunani kuno, dianggap sebagai bapak logika. Bagi Aristoteles, logika adalah alat untuk merinci dan mengevaluasi proses penalaran manusia. Ia mengembangkan kategorisasi proposisi dan argumen, menguraikan hubungan antara premis dan kesimpulan.
Aristoteles membedakan antara logika deduktif (yang berfokus pada kesimpulan yang wajib benar jika premis benar) dan logika induktif (yang menghasilkan kesimpulan yang mungkin benar berdasarkan probabilitas).
Immanuel Kant: Logika sebagai Ilmu Pengetahuan A priori
Immanuel Kant, filsuf Jerman abad ke-18, memberikan kontribusi terhadap pemahaman logika dengan mengusulkan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan a priori. Menurutnya, logika bersifat analitis dan terlepas dari pengalaman empiris.
Kant memisahkan antara “analitik” (yang kebenarannya ditentukan oleh definisi) dan “sintetik” (yang kebenarannya tergantung pada fakta empiris) dalam pembentukan konsep logika.
Bertrand Russell: Logika dan Dasar Matematika
Bertrand Russell, seorang filsuf dan matematikawan Inggris, memberikan kontribusi besar pada pemahaman logika dalam konteks matematika. Bersama Alfred North Whitehead, Russell merumuskan “Prinsip Dasar Matematika” yang mengeksplorasi dasar-dasar matematika melalui logika formal. Russell mengembangkan teori tipe-tipe (teori yang mencoba menghindari paradoks semantik) dan berusaha mendefinisikan dasar-dasar matematika secara ketat.
Ludwig Wittgenstein: Logika dalam Bahasa
Wittgenstein, seorang filsuf Austria, memandang logika sebagai instrumen untuk memahami bahasa dan makna. Dalam karyanya, “Tractatus Logico-Philosophicus,” ia menyatakan bahwa batas-batas bahasa menciptakan batas-batas dunia kita. Logika, dalam pandangan Wittgenstein, adalah alat untuk membersihkan bahasa dari ambiguitas dan ketidakjelasan, memungkinkan pemahaman yang lebih baik dan komunikasi yang lebih efektif.
Alfred North Whitehead: Logika Proses
Whitehead, seorang matematikawan dan filsuf Inggris, bersama Russell, memandang logika sebagai dasar untuk memahami proses dan perubahan. Dalam bukunya “Proses dan Realitas,” Whitehead mengusulkan logika proses, di mana realitas dilihat sebagai rangkaian peristiwa atau proses yang terkait erat. Logika proses mencoba menyatukan pandangan ilmiah dan filsafat tentang sifat dasar realitas.
Rudolf Carnap: Logika dan Verifikasi Empiris
Carnap, seorang filsuf dan ahli logika dari aliran positivisme, mengusulkan bahwa logika harus dikaitkan dengan verifikasi empiris. Menurutnya, kalimat atau konsep yang tidak dapat diuji secara empiris tidak memiliki makna yang jelas. Kontribusinya terhadap logika dilihat dalam upayanya untuk membangun bahasa formal dan membuat analisis semantik.
Kurt Gödel: Logika dan Ketidaklengkapan
Gödel, matematikawan Austria, membuat kontribusi besar melalui teorema ketidaklengkapannya. Teorema ini menyatakan bahwa dalam setiap sistem formal yang cukup kuat, akan selalu ada pernyataan matematika yang benar, tetapi tidak dapat dibuktikan. Gödel menunjukkan bahwa logika memiliki batasan intrinsik, dan tidak mungkin ada sistem formal yang dapat membuktikan semua kebenaran matematika.
Willard Van Orman Quine: Logika dan Ontologi
Quine, seorang filsuf dan logikawan Amerika, membahas hubungan antara logika dan ontologi (penelitian tentang keberadaan). Dalam “Word and Object,” ia menentang pemisahan antara fakta semantik dan ontologis, menyatakan bahwa keduanya saling terkait erat. Quine menyoroti peran logika dalam memahami dan merinci struktur dasar realitas.
Definisi Logika Secara Etimologi
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.
Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya.
Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Semoga bermanfaat (maglearning.id)