pasar modal syariah di Indonesia

Pasar Modal Syariah di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya

Pasar modal syariah di Indonesia secara resmi hadir diawali dengan terbitnya UU RI No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal. Keberadaan UU ini menjadi pemicu munculnya produk investasi syariah di pasar modal.

Secara garis besar sejarah perkembangan pasar modal syariah dibagi dalam dua bagian. Yaitu, kelahiran pasar modal Islam Indonesia pada tahun 1997 dan kebangkitan pasar modal syariah Indonesia yang diawali dengan peluncuran indeks saham syariah Indonesia (ISSI) pada tahun 2011.

Dalam konteks Indonesia, yang dimaksud dengan saham syariah adalah saham-saham yang ditawarkan kepada investor oleh perusahaan-perusahaan yang memenuhi ketentuan syariah (syariah compliance) dan diatur sesuai fatwa Dewan Syariah Nasional MUI melalui Fatwa DSN No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, pasal 4 ayat 3.

Fatwa tersebut menjelaskan bahwa: Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Sebagaimana umumnya, di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun nonsyariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip syariah.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Berikut ini sejarah dan perkembangan singkat Pasar Modal Syariah di Indonesia.

Time line sejarah dan perkembangan pasar modal syariah di Indonesia

  1. Tahun 1997; merupakan lahirnya pasar modal syariah Indonesia yang diawali dengan penerbitan reksa dana syariah pertama di Indonesia oleh Danareksa Investment Management (DIM) pada tahun 1997. Sementara iti reksa dana syariah pertama kali diluncurkan di dunia oleh The Amana Income Funds pada tahun 1986 di Indianapilis, Amerika Serikat.
  2. Tahun 1999; Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendirikan Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999, sebagai lembaga independen di bawah MUI yang bertanggung jawab terhadap fatwa terkait ekonomi Islam di Indonesia.
  3. Tahun 2000; Danareksa Investment Management (DIM) bekerjasama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebagai indeks saham syariah pertama di Indonesia pada tahun 2000. JII adalah indeks saham syariah yang terdiri dari 30 saham syariah yang paling liquid di Indonesia. Pada awalnya seleksi saham syariah yang termasuk JII dilakukan oleh DIM sedangkan kriteria saham liquid di susun oleh BEI. Peluncuran JII hanya berselang satu tahun dari penerbitan indeks saham syariah pertama di dunia, Dow Jones Islamic Market Indeks (DJIM) pada tahn 1999.
  4. Tahun 2001; DSN – MUI menerbitkan Fatwa no.20 Tahun 2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksa dana syariah. fatwa ini menjadi fatwa pertama yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terkait pasar modal Islam dan merupakan respon dari diluncurkannya reksa dana syariah pertama di tahun 2000.
  5. Tahun 2002; PT Indosat menerbitkan obligasi syariah pertama di Indonesia dengan menggunakan akad mudharabah pada tahun 2002. Andalan Artha Advisiondo (AAA) sekuritas menjadi penjamin emisi dari produk tersebut. Pada saat itu, regulasi tentang Sukuk belum ada sehingga digunakan istilah obligasi syariah agar tidak melanggar peraturan yang berlaku. Pada tahun 2017; izin usaha AAA sekuritas dicabut oleh OJK karena terbukti melakukan pelanggaran regulasi pasar modal Indonesia. DSN-MUI menerbitkan fatwa yang digunakan sebagai dasar kesesuaian prinsip Islam dan obligasi syariah mudharabah PT. Indosat, yaitu fatwa no. 32 tahun 2002 tentang obligasi syariah dan fatwa no. 33 tahun 2002 tentang obligasi syariah mudharabah.
  6. Tahun 2003; DSN-MUI menerbitkan fatwa no.40 tahun 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal. Ada sebagian kalangan yang menjadikan peluncuran fatwa sebagai indikator pendirian pasar modal syariah Indonesia.
  7. Tahun 2004; PT Matahari Putra Prima (MPP) menerbitkan obligasi syariah ijarah pertama di Indonesia pada tahun 2004. Fatwa no.41 tahun 2004 DSN-MUI tentang obligasi syariah ijarah sebagai dasar kesesuaian prinsip syariah Islam dari obligasi syariah ijarah MPP.
  8. Tahun 2006; Bapepam-LK mengeluarkan regulasi tentang pasar modal syariah pertama di Indonesia pada tahun 2006, terdiri dari; Peraturan No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah. Peraturan No.IX.A.14 tentang akad-akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar modal. Sejak dikeluarkannya regulasi tentang efek syariah ini, maka istilah obligasi syariah secara resmi diganti dengan sukuk.
  9. Tahun 2007; Bapepam-LK menerbitkan peraturan II.K.1 tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah (DES) pada tahun 2007. Berdasarkan regulasi ini saham syariah yang masuk JII tidak lagi diseleksi oleh DIM tetapi mengikuti DES yang diterbitkan OJK setiap enam bulan sekali.
  10. Tahun 2008; Pemerintah Indonesia membuat UU no.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang lebih dikenal dengan Sukuk Negara. DSN-MUI menerbitkan empat fatwa sekaligus sebagian dasar kesesuaian prinsip syariah dari penerbitan sukuk negara pada tahun 2008. Fatwa tersebut adalah; Fatwa no. 69 tentang SBSN, fatwa No. 70 tentang Metode Penerbitan SBSN, fatwa No.71 tentang sale and lease back, fatwa no 72 tentang SBSN ijarah sale and lease back.
  11. Tahun 2010; Bursa Efek Indonesia menyelenggarakan edukasi pasar modal syariah pertama kali pada tahun 2010 dengan menggunakan merek Sekolah Pasar Modal Syariah (SPMS) pada tahun 2010 yang bekerjasama dengan MES (Masyarkat Ekonomi Syariah).

Mekanisme Saham Syariah di Indonesia

Prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah dalam pasar modal syariah di Indonesia tidak diwujudkan dalam bentuk saham syari’ah ataupun non syari’ah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syari’ah. Pasar modal syari’ah dalam konteks saham syari’ah pada dasarnya tidak boleh mengandung transaksi ribawi, transaksi gharar, dan juga tidak boleh bergerak pada sektor yang diharamkan oleh syari’ah.

Pasar modal ini seharusnya bebas dari transaksi yang tidak beretika seperti manipulasi pasar, insider trading, dan short selling. Transaksi pembelian dan penjualan saham di pasar modal syari’ah tidak boleh dilakukan secara langsung dan dilarang dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pada penjualan saham di pasar modal konvensional, investor dapat membeli dan menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Sehingga memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga.

Hal ini mengakibatkan perubahan harga saham sudah ditentukan oleh kekuatan pasar, bukan karena nilai intrinsik saham itu sendiri lagi. Oleh karena itu, emiten memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa pada proses perdagangan saham syari’ah. Lalu agen tersebut bertugas mempertemukan antara emiten dan calon investor namun bukan untuk menjual dan membeli saham secara langsung. Pada tahapan berikutnya, saham tersebut dijual atau dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come–first served.

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip syariah. Adapun efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.

Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda. Perbedaan secara umum antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.

Nilai dan Harga Saham Syariah

Nilai dan harga saham syariah pada pasar modal syariah di Indonesia tidak jauh berbeda dengan nilai dan harga saham umum. Nilai saham ini sangat berguna bagi para investor khususnya untuk mengetahui tingkat pertumbuhan (growth) saham dan saham yang murah (undervalued) yang mencerminkan pertumbuhan perusahaan.

Ada beberapa nilai yang berhubungan dengan saham yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsic. Beberapa nilai yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (marke value) dan nilai intrinsik (intrinsic value)

  • Nilai Buku (Book Value)

Nilai buku per lembar saham menunjukan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku pemegang saham adalah total ekuitas dibagi jumlah saham yang beredar. Untuk menghitung nilai buku suatu saham, beberapa nilai yang berhubungan dengannya perlu diketahui. Nilai-nilai ini adalah nilai nominal (par value), agio saham (additional paid-in capital atau in excess of par value), nilai modal yang disetor (paid-in capital) dan laba yang ditahan (retained earnings).

  • Nilai Pasar Nilai pasar (market value)

Berbeda dengan nilai buku jika nilai buku merupakan nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.

  • Nilai Intrinsik (intrinsic value)

Nilai intrinsik adalah nilai seharusnya dari suatu saham, atau sering disebut dengan nilai wajar dari saham. Beberapa pertanyaan mendasar sering dilemparkan, seperti misalnya apakah harga saham di pasar mencerminkan nilai sebenarnya dalam perusahaan. Jika tidak, berapa nilai sebenarnya dari saham yang yang diperdagangkan tersebut.

Nilai seharusnya inilah yang disebut dengan nilai fundamental (fundamental value) atau nilai intrinsik (intrinsic value). Dua macam analisis yang banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari saham adalah analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis) atau analisis perusahaan (company analysis) dan analisis teknis (technical analysis). Analisis fundamental menggunakan data fundamental, yaitu data yang berasal dari keuangan perusahaan sedangkan analisis teknis menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume transaksi saham) untuk menentukan nilai dari saham.

Demikianlah pembahasan kami tentang saham dan pasar modal syariah di Indonesia. Semoga bermanfaat dan selamat belajar dengan cara menyenangkan. (maglearning.id)

Loading...

Tinggalkan Balasan