Guru dan Siswa dalam PJJ – Bentuk praktik pendidikan yang beragam pada dasarnya mencerminkan teori atau filsafat pendidikan yang mendasarinya. Dalam pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi, banyak sekali aliran pemikiran tentang pendidikan; mulai dari yang menekankan kontrol yang sangat sistematis dan ketat terhadap proses belajar sampai dengan yang memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengembangkan strategi belajarnya.
Dipandang dari segi metode penyampaian materi ajar yang terjadi selama proses belajar-mengajar berlangsung, implikasi kedua kutub pemikiran tersebut ternyata melahirkan dua sistem pendidikan yang kini kita kenal dengan sistem pendidikan konvensional (tatap muka) dan sistem pendidikan jarak jauh. Belakangan muncul kombinasi dari keduanya yaitu pembelajaran blended atau kelas hibrid.
Dalam pendidikan konvensional, guru dan murid berada dalam ruang dan waktu yang sama. Selama proses belajar mengajar berlangsung, manajemen kelas sepenuhnya ada di tangan guru. Aktivitas seperti mengabsen, menerangkan, menanya, menjawab, mengoreksi, menghukum, memuji, mengawasi, menilai, memotivasi, dan sebagainya diekspresikan secara langsung.
Dengan demikian, siswa juga dapat memberikan tanggapan secara langsung, baik guru maupun siswa dapat saling mengamati perilaku dan perasaan masing-masing. Dalam waktu yang relatif singkat guru biasanya dapat mengetahui profil kelas dan siswa seperti intelegensi dan karakter atau kepribadian siswa. Input semacam ini penting bagi guru untuk menangani problem-problem belajar masing-masing murid.
Guru dan siswa dalam PJJ (pendidikan jarak jauh) tidak berada dalam ruang atau tempat yang sama, walaupun bisa tatap maya. Karena secara geografis terpisah, kontrol guru terhadap perilaku siswa hampir tidak ada karena sang guru mengambil jarak dan membatasi diri berinteraksi langsung dengan siswa.
Sebagian besar komunikasi antara guru dan siswa dilakukan melalui media seperti internet, surat atau telepon. Guru dapat mengetahui kemajuan belajar siswa jika dan hanya jika siswa memberikan respons terhadap tugas atau ujian yang diberikan kepadanya.
Respons tersebut merupakan satu-satunya alat bagi guru untuk mengukur keberhasilan siswa dan dalam hal ini guru tidak peduli bagaimana siswa belajar serta bagaimana memberikan respons dengan benar. Kontrol guru terbatas terhadap upaya penyelesaian tugas yang harus dikerjakan sendiri. Mekanisme sistem pendidikan jarak jauh pada umumnya memaksa lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh itu sendiri mempercayai akan kejujuran dan kemandirian siswa.
Walaupun secara konseptual perbedaan sistem pendidikan konvensional dan pendidikan jarak jauh terletak pada bentuk interaksi antara peserta didik dengan pengajarnya dalam praktik, ternyata banyak aspek yang membedakan kedua sistem tersebut. Karakteristik peserta didik pendidikan jarak jauh, jenis program studi yang ditawarkan, peran sumber daya manusia, manajemen, teknologi, dan sebagainya relatif berbeda dengan yang dimiliki oleh pendidikan konvensional.
Meskipun demikian, tampaknya perbedaan tersebut bukan merupakan kendala baik di negara maju maupun negara berkembang untuk mengembangkan pendidikan jarak jauh. Terlebih teknologi digital sudah semakin berkembang pesat. Guru dan siswa dalam PJJ akan semakin dimudahkan.
Dikembangkannya pendidikan jarak jauh banyak negara merupakan indikator bahwa pendidikan jarak jauh dianggap mempunyai potensi dan prospek yang baik karena pada dasarnya karakteristik pendidikan jarak jauh itu sendiri, dalam hal tertentu, mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pendidikan konvensional. Di sisi lain, harus diakui bahwa keunggulan suatu sistem pada dasarnya bersifat relatif karena keunggulan sistem di masa kini dapat digantikan dengan sistem lain yang lebih unggul di masa depan jika berbagai kelebihan sistem tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal atau berbagai problem potensialnya tidak diantisipasi.
Nah, dalam pendidikan jarak jauh peran guru dan siswa menjadi sedikit bergeser dibanding dengan pendidikan konvensional. Di mana guru dituntut untuk lebih kreatif dalam mengembangkan media dan metode pembelajaran, di satu sisi siswa dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap pembelajarannya.
Akhirnya pembelajaran dengan PJJ menjadi sebuah pilihan yang dominan ketika terjadi pandemi seperti sekarang. Untungnya kita sudah sedikit berpengalaman walaupun sebenarnya di Indonesia penerapannya sudah sejak lama. Namun, ternyata tidak sedikit yang masih gagap dalam menyikapinya.
Kesiapan guru dan siswa dalam PJJ menjadi semakin jelas setelah PJJ menjadi opsi satu-satunya ketika pandemi melanda. Akhirnya kita harus semakin dewasa dalam bersikap, bahwa PJJ adalah keniscayaan untuk saat ini.
Di masa yang akan datang PJJ akan semakin familier baik sebagai sistem tersendiri maupun sebagai bagian dalam pembelajaran hibrid. Akhir kata, mari kita siapkan diri kita menuju era pembelajaran baru. Tidak perlu gagap menghadapi perubahan, dan bijak dalam menghadapi keadaan (maglearning.id).