Manusia dan Kegelisahan (Pengertian Kegelisahan Manusia) – Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa yang tidak tenteram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya. Kegelisahan menggambarkan seseorang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, artinya merasa gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.
Manusia dan Kegelisahan
Manusia suatu saat dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Setiap manusia normal pasti pernah mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup lama hinggap pada manusia, akan menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kegelisahan yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.
Kegelisahan manusia hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala gerak gerik atau tingkah laku itu umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan mondar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala, duduk merenung sambil memegang kepala, duduk dengan wajah murung, malas bicara, dan lain-lain.
Kegelisahan juga merupakan ekspresi dari kecemasan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustrasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustrasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.
Tragedi dunia modern tidak sedikit yang dapat menyebabkan kegelisahan. Tekanan atau stres juga sering menjadi awal dari timbulnya kegelisahan. Hal ini mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualistis dan egoisme, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan seterusnya.
Kegelisahan dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akibat adanya insting manusia untuk berbudaya, yaitu sebagai upaya untuk mencari “kesempurnaan”. Atau, dari segi batin manusia, gelisah sebagai akibat noda dosa pada hati manusia. Dan tidak jarang akibat kegelisahan seseorang, sekaligus membuat orang lain menjadi korbannya.
Penyebab Kegelisahan Manusia
Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri hidup. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti.
Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya abstrak sehingga disebut kegelisahan murni, yaitu kegelisahan murni tanpa mengetahui apa penyebabnya.
Bila dikaji, sebab–sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak–haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
Contoh :
Bila ada suatu tanda bahaya (bahaya banjir, gunung meletus, atau perampokan), orang tentu akan gelisah. Hal itu disebabkan karena adanya bahaya yang mengancam akan hilangnya beberapa hak orang sekaligus, misalnya hak hidup, hak milik, hak memperoleh perlindungan, hak kemerdekaan hidup, dan mungkin hak nama baik.
Misalnya kentongan yang dipukul terus–menerus dan bersahut-sahutan makin lama makin dekat, membuat orang–orang gelisah. Apakah yang akan terjadi? Meskipun peristiwa belum ada, tetapi hal itu merupakan tanda bahaya.
Bentuk Kegelisahan Manusia
Bentuk- bentuk kegelisahan manusia berupa keterasingan, kesepian, ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia. Tentang perasaan cemas ini, Sigmund Freud membedakannya menjadi tiga macam, yaitu :
1) Kecemasan obyektif (kenyataan)
Kecemasan atau kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan dan kegelisahan ini timbul akibat adanya pengaruh dari luar atau lingkungan sekitar.
Contoh :
Tini seorang ibu muda, mempunyai anak berumur dua tahun, Tina namanya. Tina tumbuh sehat, montok, lucu, lincah, dan sangat akrab dengan ibunya. Hampir seluruh waktu Tini tercurahkan untuk Tina. Ia keluar kerja demi Tina, anak yang baru seorang itu.
Suatu saat Tina tiba-tiba sakit ; muntah-muntah disertai buang air. Tini bingung, anaknya segera dibawa ke rumah sakit. Kata dokter, Tina harus dirawat di rumah sakit dan tidak boleh ditunggui. Tina menangis terus, tetapi ibunya harus meninggalkannya. Tini gelisah, cemas, khawatir, memikirkan nasib anaknya.
Pada contoh tersebut jelas bagi kita, bahwa kecemasan yang diderita oleh ibu Tini adalah karena adanya bahaya dari luar yang mengancam anaknya.
2) Kecemasan neurotik (saraf)
Kegelisahan atau kecemasan ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund freud kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yakni :
Pertama, kecemasan yang timbul akibat penyesuaian diri dengan lingkungan. Kecemasan ini timbul karena orang itu takut akan bayangannya sendiri, atau takut akan idenya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.
Contoh :
Ujang anak laki-laki berumur 10 tahun, duduk di kelas 4 SD. Pada suatu hari ia diberi tahu ayahnya bahwa bulan depan ayahnya pindah ke kota lain. Mereka sekeluarga harus pindah. Sudah tentu ia harus ikut. Jadi, ia harus pindah sekolah ke kota tempat ayahnya bertugas.
Ibunya tampak gelisah, karena ia telah merasa betah tinggal di tempat itu berkat adanya seorang ibu yang aktif mengumpulkan dan memajukan ibu-ibu. Lebih-lebih Ujang, karena baik di kampung maupun di sekolah ia memiliki banyak kawan. Ia takut kalau di tempat baru kelak ia tidak merasa betah. Namun bila tidak ikut pindah, ia akan ikut siapa?. Bila ikut pindah, bagaimana suasana di tempat baru nanti?. Ia takut pada bayangannya sendiri.
Kedua, rasa takut irasional atau fobia. Rasa takut ini mudah menular sehingga kadang-kadang tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja, yang kemudian dilanjutkan dengan khayalan yang kuat dan dapat menimbulkan rasa takut.
Contoh :
Orang takut ular, binatang berbulu, atau takut lintah. Rasa takut seperti ini dapat kita tekan, sehingga berkurang, atau hilang sama sekali. Pengalaman ketika kecil dapat menjadikan anak takut akan sesuatu, seperti benda tajam, takut darah, dan sebagainya.
Ketiga, rasa takut lain seperti rasa gugup, gagap, dan sebagainya.
Contoh :
Seseorang yang tidak bisa menyanyi atau bicara di depan umum, sekonyong-konyong diminta untuk menyanyi atau berpidato, ia akan gelisah, gemetar, dan hilang keseimbangan, sehingga sulit berbicara atau bernyanyi.
3) Kecemasan moral
Tiap pribadi memiliki bermacam-macam emosi, antara lain : iri, benci, dendam, dengki, marah,takut, gelisah, cinta, rasa kurang (inferior). Sifat seperti rasa iri, benci, dengki, dendam dan sebagainya adalah sifat yang tidak terpuji baik diantara sesama manusia, maupun di hadapan Tuhan. Dengan adanya sifat itu, seseorang akan merasa khawatir, takut, cemas, gelisah, dan putus asa.
Setiap orang memiliki emosi, dan emosi penting bagi kemajuan. Namun, emosi tidak terbendung akan menyebabkan perasaan–perasaan cemas, gelisah, khawatir, benci dan perasaan negatif lainnya. Perasaan itu demikian hebatnya, sehingga dapat mendesak dan mengusir pikiran-pikiran tenang, tenteram, segar, dan damai.
Contoh :
Datuk Maringgih iri melihat kemajuan usaha Bagindo Sulaiman, ayah Siti Nurbaya. Hatinya selalu gelisah, takut usahanya akan mati, kalah bersaing. Karena itu, ia menyuruh orang agar membakar toko Bagindo Sulaiman. (Siti Nurbaya – Marah Rusli).
Kegelisahan Apa dan Mengapa?
Secara lebih luas, kegelisahan dapat dikatakan sebagai rasa tidak tenteram, rasa selalu khawatir, rasa tidak tenang, rasa tidak sabar, cemas, dan semacamnya. Yang jelas kegelisahan berkaitan dengan rasa yang berkembang dalam diri manusia.
Sebagai fenomena universal, artinya mendera manusia mana pun, kegelisahan bisa muncul akibat faktor penyebab yang berbeda-beda. Upaya mengidentifikasikan adanya berbagai macam kegelisahan atau kecemasan tidaklah semata-mata menjadi kapasitas dunia keilmuan, yang dalam konteks ini diwakili oleh pemikiran Freud, dokter Austria yang gema pengaruhnya mampu menembus disiplin-disiplin psikologi, psikiatri, sosiologi, antropologi, dan bahkan filsafat.
Akan tetapi, dengan cara tutur yang berbeda, upaya identifikasi tersebut sudah dilakukan oleh seniman. Ini boleh jadi lantaran kegelisahan, boleh dibilang sebagai fenomena yang paling lengket dalam diri manusia. Jadi, bisa dikatakan manusia dan kegelisahan adalah alamiah.
Seniman memandang alam berbeda dengan pandangan seseorang yang bukan seniman. Kadang-kadang satu hal yang sepele menurut orang biasa, tetapi lewat garapan imajinasi seorang seniman menjadi lebih berarti.
Namun demikian, satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap seniman adalah seorang pencari yang tak pernah menemukan. Dalam pencarian, ia gelisah mencari dan terus mencari. Ia mencari ke dalam alam fisik, terutama ke dalam alam rohani. Ia merambah waktu dan zaman dan ia membuka simpul-simpul kerahasiaan.
Seperti manusia umumnya, seniman pun di tengah pencariannya selalu merasa gelisah. Merasa adanya ketidak-tenangan di tengah ketenangan yang dicarinya. Ini bisa dimengerti mengingat seniman bagaimanapun adalah bagian dari masyarakat yang juga memikirkan situasi masyarakat sekitarnya.
Dalam dunia seni dan sastra, suatu kondisi objektif tidak hanya berpengaruh terhadap pesan–pesan yang ingin disampaikan seseorang melalui karya–karya seni dan sastranya. Akan tetapi lebih luas dari itu, bahkan kondisi–kondisi tertentu ikut berpengaruh terhadap proses kreativitas sang seniman.
Fenomena kegelisahan yang neurotik, sebagai buah dari gangguan kejiwaan, tidak jarang dialami, misalnya oleh mereka yang mengidap paranoia, suatu gejala kejiwaan yang senantiasa mendorong si penderita untuk gampang curiga, atau mereka-mereka yang mengidap phobia, suatu gejala ketakutan irasional.
Sebagimana diketahui, setiap orang memiliki berbagai emosi, seperti misalnya iri, benci, marah, takut, cinta, rendah diri, dan lain sebagainya. Sebenarnya, emosi penting bagi kemajuan manusia. Akan tetapi, apabila manusia tidak mampu membendung emosinya sendiri, tidak mampu mengendalikan emosinya sendiri, atau tidak ada keinginan untuk mengarahkan emosinya sendiri, justru bukan kemajuan yang akan menyebabkan timbulnya berbagai perasaan negatif seperti cemas, gelisah, khawatir, dan semacamnya.
Carlyle dalam buku on heroes, hero wor ship, and the heroic history membagi manusia menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah para heroes, yaitu para pahlawan atau orang–orang besar, dan yang kedua adalah orang–orang biasa. Hubungan kedua kelompok tersebut dengan kegelisahan ialah kelompok pertama adalah orang–orang yang diberi kelebihan oleh Tuhan untuk memimpin.
Ada diantara mereka negarawan, seperti misalnya Napoleon, ada yang Nabi, seperti Muhammad SAW (tentunya sebelum diangkat menjadi Nabi), dan ada pula yang intelektual, seperti misalnya Dante, Shakes Peare, dan beberapa filusuf lainnya. Mereka mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan.
Dengan adanya kemampuan inilah mereka gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah. Mereka sering merasa hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Mereka berusaha mengatur kehidupan orang lain untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka berusaha untuk mengajarkan hakiki kebenaran kepada sesama manusia, dan mereka berusaha untuk menjabarkan misteri kehidupan yang tidak terlihat oleh orang lain, dan menumbuhkan suasana harmonis dari masing-masing ciri manusia yang bertentangan dan saling menghancurkan. Di samping kegelisahan yang sudah disebut di atas, yaitu yang tidak diketahui sebabnya dan karena itu tampaknya tidak mempunyai dasar, dalam menjalankan tugas-tugas ini mereka juga ditimpa oleh kegelisahan lain, yaitu kegelisahan akan menemui kegagalan.
Kelompok yang kedua adalah orang-orang biasa, yang tidak mempunyai kemampuan seperti kelompok pertama. Mereka juga tidak terlepas dari kegelisahan, hanya saja kegelisahan mereka tidak sesyahdu kegelisahan pertama orang-orang besar. Dengan diberikan kesibukan, mungkin kegelisahan mereka akan hilang. Sebaliknya, pertama orang-orang besar mungkin tidak dapat dihapus dengan sekedar mencari kesibukan. Jiwa mereka pasti mencari-cari terus, sering tanpa mengetahui apa yang dicarinya.
Usaha-usaha manusia dalam mengatasi kegelisahan
Dalam mengatasi kegelisahan diperlukan nilai-nilai agama seperti bersifat qana’ah (berpikir positif). Pertama-tama harus dimulai dari diri sendiri, yaitu bersikap tenang. Dengan bersikap tenang, sehingga ketidaksabaran atau kecemasannya dapat dikurangi dengan berdo’a kepada Tuhan serta berusaha keras untuk mengatasi hal yang membuatnya menjadi gelisah dan mungkin segala kesulitan dapat diatasi.
Contoh :
Dokter yang menghadapi anak atau istrinya yang sedang sakit, justru tidak dapat merasa tenang, karena ada ancaman terhadap haknya. Ia tidak dapat berbuat apa–apa bila menghadapi keluarganya yang sakit, karena ia merasa khawatir. Dalam hal ini ia harus bersikap seperti menghadapi pasien yang bukan keluarganya.
Cara lain untuk mengatasi kegelisahan, manusia diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal shaleh. Seperti firman Allah SWT yang artinya : “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, tetapi bila mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang–orang yang mengerjakan shalat, mereka yang tetap mengerjakan shalatnya, dan orang–orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin (yang tidak dapat meminta), dan orang– orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang–orang yang takut terhadap adzab Tuhannya ”. (Q.S. Al-Ma’aarij : 19-27)
Hanya dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka hati gelisah manusia akan hilang. Mendekatkan diri bukan hanya dengan cara melalui hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga melalui hubungan horizontal dengan sesama manusia sebagaimana yang diperintahkan oleh Tuhan.
Demikianlah bahasna kami mengenai manusia dan kegelisahan (pengertian kegelisahan manusia). Semoga tulisan ringkas ini ada manfaatnya buat kita semua. Salam sehat dan bahagia selalu (maglearning.id).
2 comments