Klasifikasi dan Manajemen Dismenore

Klasifikasi dan Manajemen Dismenore

Klasifikasi dan Manajemen Dismenore – Definisi Dismenore mengacu pada menstruasi yang sangat nyeri (Mengel MB, 2001). dan Dismenore adalah menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri (Rayburn WF, 2001). Pengertian Dismenore yang lain yaitu Nyeri haid disebut Dismenore. Nyeri itu ada yang samar- samar tetapi ada pula yang berat, bahkan beberapa wanita sampai pingsan karena tidak kuat menahannya (Kingston B, 1991).

Klasifikasi Dismenore

Dismenore dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :

Berdasarkan jenis nyeri, dibagi menjadi : 

  1. Dismenore Spasmodik. Dismenore spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera setelah masa haid. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula wanita yang tidak mengalami hal tersebut.
  2. Dismenore Kongestif. Dismenore kongestif biasanya akan tahu sejak berhari- hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. ( Arifin S, 2008).

Berdasarkan ada tidaknya kelainan menstruasi, dibagi menjadi : 

  1. Dismenore Primer. Dismenore primer adalah menstruasi yang sangat nyeri yang terjadi   dengan tidak adanya penyebab patologis yang dapat ditunjukkan. Keadaan ini lebih sering pada wanita yang mengalami ovulasi dan belum pernah mengandung.
  2. Dismenore Sekunder. Dismenore sekunder seringkali berhubungan dengan penyakit pelvis yang spesifik seperti endometriosis, penyakit peradangan pelvis, leiomyoma, adenomiosis, polip uterus, dan stenosis serviks. (Friedman EA, Chapin DS & Borten M, 1998)

Patofisiologi Dismenore

Dismenore Primer

Produksi prostaglandin dua  hingga tujuh kali lebih besar pada wanita dengan dismenore dibandingkan dengan wanita- wanita yang tidak mengeluhkan nyeri menstruasi. Peningkatan produksi prostaglandin F2α(PGF2α), dan prostaglandin E2(PGE2), atau suatu rasio PGF2α: PGE2 yang tidak memadai, dapat  meningkatkan tonus uterus istirahat, tekanan kontraktil miometrium, frekuensi kontraksi uterus, dan kontraksi aritmik uterus.

Kelainan ini akan menimbulkan vasokontriksi, iskemia dan hipoksia uterus, yang semua menyebabkan nyeri. Selain itu, prostaglandin juga menimbulkan hipersensitisasi serabut- serabut nyeri terhadap bradikidin dan rangsang fisik lainnya. Bila PGF2α yang berlebihan masuk ke dalam sirkulasi, maka dapat timbul gejala- gejala sistemik.

Konsentrasi PGE2 dan PGF2α endometrium relatif rendah pada fase proliferatif pra- ovulasi, namun akan meningkat selama fase sekresi, mencapai kadar tertingginya selama menstruasi. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa steroid- steroid seks, khususnya progesteron, berperan dalam peninggian kadar prostaglandin yang dapat menyebabkan dismenore. Temuan ini juga konsisten dengan kejadian dismenore yang hampir eksklusif pada siklus- siklus ovulatorik.

Faktor- faktor biopsikososial yang melibatkan individu ataupun keluarga, atau kedunya, dapat menetukan sifat nyeri dismenore primer. Faktor- faktor ini lebih unik untuk nyeri dismenore dibandingkan nyeri yang berasal dari sumber lainnya.

Dismenore Sekunder

Endometriosis jaringan endometrium yang membentuk prostaglandin dapat dijumpai pada ovarium, ligamentum sakrouterina, cul-de-sac, atau di manapun pada peritoneum. Uterus retroversi dapat pula disertai endometriosis.

Leiomioma(fibroid) merupakan berkas-berkas otot polos yang saling menganyam, yang terbungkus suatu pseudokapsula. Leiomioma sering kali disertai metroragia, dan juga berkaitan dengan  produksi prostaglandin yang berlebihan.

Adenomiosis menjelaskan suatu keadaan endometrium menginvasi miometrium. Mekanisme pasti bagaimana adenomiosis menimbulkan dismenore masih belum jelas. (Mengel MB, 2001)

Gejala gejala diagnosis spesifik dismenore  

Dismenore Primer

Dismenore primer biasanya muncul 6- 12 bulan sesudah menarke saat siklus ovulasi  dimulai. Nyeri perut bagian bawah yang seperti kejang biasanya mulai beberapa jam sesudah menstruasi dan jarang berlangsung lebih dari 72 jam.

Gejala- gejala sistemik dapat menyertai nyeri uterus pada lebih dari 50% pasien.  Gejala- gejala ini termasuk mual dan muntah, kelelahan, diare, nyeri punggung bawah, dan nyeri kepala. Pada kasus yang berat, juga dapat terjadi kegelisahan, pusing, dan sinkop.

Dismenore Sekunder

Endometriosis menyebabkan dismenore didapat yang terjadi beberapa hari hingga satu minggu mendahului menstruasi. Pada sebagian kasus, nyeri terjadi sepanjang siklus menstruasi. dari anamnesis dapat juga terungkap infertilitas, dispareunia, dan menoragia.

Pasien dengan leiomioma datang dengan keluhan menstruasi yang lama, dismenore, dan loyo. Sedangkan pasien dengan adenomiosis datang dengan keluhan dismenore yang memburuk progresif, menoragia, dan dispareunia. (Mengel MB, 2001)

Manajemen Dismenore
Manajemen nyeri dapat melalui 2 cara yaitu teknik farmakologis dan teknik non farmakologis.

Teknik Farmakologis  

Dismenore Primer 

NSAID(obat anti peradangan bukan steroid) yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat itu termasuk aspirin, formula ibuprofen dan naprokson. (www.ipin4u.esmartstudent.com.  2008).

Dismenore Sekunder

Pengobatan berdasarkan penyebab yaitu dengan pengobatan displasia servikal, evaluasi bedah dan pengobatan (harus difikirkan), laparoskopi dengan fulgurasi atau eksisi endometriosis, neurektomi prasakral (nyeri garis tengah) serta histerektomi (usaha terakhir). (Scoot JR,…(et al.), 1998)

Teknik Non Farmakologis  

Rileksasi 

Dalam kondisi rileks tubuh akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat kita stres, karena hormon seks estrogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Ketika kita mengurangi stres. Kita  juga telah mengurangi produksi kedua hormon tersebut. Sehingga rileksasi dapat memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri.  (Arifin  S, 2008).

Hipnoterapi

Salah satu metode hipnoterapi adalah mengubah pola pikir dari yang negatif ke positif. Pendekatan yang umumnya dilakukan adalah memunculkan pikiran bawah sadar agar latar belakang permasalahan dapat diketahui dengan tepat.    (Arifin  S, 2008).

Alternatif Pengobatan 

Berikut ini adalah alternatif pengobatan untuk mengantisipasi dan mengurangi dismenore adalah dengan  kompresan panas pada bagian yang terasa sakit. Suhu panas diketahui bisa meminimalkan ketegangan otot. Akibatnya setelah otot  rileks, nyeri pun akan berangsur hilang.

Melakukan pijatan lembut pada bagian tubuh yang terasa pegal, sakit atau tegang. Dan menghindari mengenakan pakaian yang ketat menjelang atau selama haid.

Coba tidur terlentang dengan kaki lutut diganjal dengan bantal. Serta melakukan olahraga ringan seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda pada saat sebelum dan selama haid, hal tersebut dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar (Wijayausuma H, 2008)

Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan mengenai Klasifikasi dan manajemen Dismenore. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa lagi dengan kami di lain kesempatan. (maglearning.id)

Loading...

Tinggalkan Balasan