PAI Kelas 9 BAB 5 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara

PAI Kelas 9 BAB 5 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara

Modul pembelajaran online PAI Kelas 9 BAB 5 ini membahas tema Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara. Setiap orang Islam memiliki kewajiban untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain. Dakwah bukan untuk mencari uang, bukan pula untuk mencari popularitas, tetapi semata-mata untuk mencari rida Allah Swt.

Samudera luas bukan penghalang untuk berdakwah, justru sebaliknya menjadi pemacu semangat. Sambil berdagang para penyebar Islam tersebut datang ke Nusantara untuk berdakwah.

Kedatangan mereka disambut hangat dan diterima dengan baik. Hal ini disebabkan dakwah yang mereka lakukan adalah dakwah dengan cara-cara damai, bukan dengan kekerasan.

Alur Perjalanan Dakwah di Nusantara

Para ahli sejarah mencatat bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Sebelum Islam datang, Nusantara berada dalam pengaruh agama Hindu-Buddha. Pengaruh-pengaruh tersebut berdampak pada pola hidup masyarakat di Indonesia. Namun, dalam perkembangannya pengaruh Islam jauh lebih kuat daripada agama Hindu-Buddha.

Masuknya agama Islam di Nusantara melalui jalur perdagangan berlangsung dengan cara-cara damai. Ajaran Islam mudah diterima dan mendapat perhatian dari penduduk Nusantara. Berbagai sumber sejarah menyatakan bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun keberadaan para pemeluk ajaran Islam menjadi jelas pada abad ke-13.

Proses masuknya Islam di Indonesia berjalan secara bertahap dan melalui banyak jalan . Menurut para ahli sejarah, teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia adalah sebagai berikut.

a) Teori Mekah

Menurut teori Mekah, proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Terjadi pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Para pedagang dari Timur Tengah memiliki misi dagang dan dakwah sekaligus. Bahkan motivasi dakwah menjadi pendorong utama mereka datang ke Nusantara.

Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad saw. yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif” di depan namanya. Menurut para ahli sejarah, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum masehi.

b) Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat adalah sebuah wilayah di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab.

Menurut teori ini, orang-orang Arab bermazhab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyah (abad ke-7 Masehi). Namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke Nusantara. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab.

c) Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (sekarang Iran). Sebagai buktinya, ada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain adalah tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro.

d) Teori Cina

Menurut teori Cina, proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di tanah Jawa) berasal dari para pedagang Cina. Mereka telah berhubungan dagang dengan penduduk Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia, yakni sejak masa Hindu-Buddha.

Ajaran Islam sendiri telah sampai di Cina pada abad ke-7 M. Pada masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Quanzhou, Kanton, Zhang-zhao, dan pesisir Cina selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.

Sebagai pembuktian teori Cina ini, bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).

Bukti lainnya adalah adanya masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Cina atau Tiongkok di berbagai tempat di Pulau Jawa. Pelabuhan penting seperti di Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama kali oleh para pelaut dan pedagang Cina.

Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Semua teori di atas semakin memperkaya khazanah keilmuan tentang sejarah Islam di Nusantara.

Agama Islam berkembang di Indonesia disebarkan oleh berbagai golongan, yakni para pedagang, mubaligh, sufi, dan para wali. Para wali menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa. Di antara sekian banyak wali, yang terkenal adalah Wali Songo (Wali Sembilan).

Berikut ini adalah nama-nama wali songo.

  1. Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi, yang diduga berasal dari Persia dan berkedudukan di Gresik.
  2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat, berkedudukan di Ampel, Surabaya.
  3. Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia tinggal di Bonang, dekat Tuban.
  4. Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih yang semula bernama Raden Paku, berkedudukan di Bukit Giri, dekat Gresik.
  5. Sunan Drajat atau Syarifuddin, juga putra dari Sunan Ampel dan berkedudukan di Drajat, Lamongan.
  6. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah berasal dari Pasai, sebelah utara Aceh yang berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon.
  7. Sunan Kudus atau Ja’far Sodiq, putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngandung di Jipang Panolan, berkedudukan di Kudus.
  8. Sunan Kalijaga, nama aslinya Raden Mas Syahid. Beliau adalah putra Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak.
  9. Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra dari Sunan Kalijaga berkedudukan di Gunung Muria, Kudus.

Cara-Cara Dakwah di Nusantara

Para da’i dan mubaligh menyebarkan Islam di Nusantara dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Perdagangan

Proses penyebaran Islam melalui jalur perdagangan dilakukan oleh para pedagang muslim pada abad ke-7 sampai abad ke-16 M. Para pedagang tersebut berasal dari Arab, Persia, dan India. Jalur perdagangan saat itu menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Para pedagang muslim menggunakan kesempatan itu untuk berdakwah menyebarkan agama Islam.

Mereka memiliki akhlak mulia, santun, dapat dipercaya dan jujur. Hal inilah yang menjadi daya tarik sehingga banyak penduduk Nusantara secara sukarela masuk Islam. Banyak pedagang muslim yang singgah dan bertempat tinggal di Indonesia.

b . Perkawinan

Sebagian pedagang Islam tersebut ada yang menikah dengan wanita pribumi, terutama putri bangsawan atau putri raja. Dari pernikahan itu mereka mendapat keturunan.

Disebabkan pernikahan itulah banyak keluarga bangsawan atau raja masuk Islam, sehingga para pedagang tersebut menetap dan membentuk perkampungan muslim yang disebut Pekojan. Perkampungan Pekojan banyak dijumpai di beberapa kota di Indonesia hingga saat ini.

c. Pendidikan

Para mubaligh mendirikan lembaga pendidikan Islam di beberapa wilayah Nusantara. Lembaga pendidikan Islam ini berdiri sejak pertama kali Islam masuk di Indonesia. Nama lembaga-lembaga pendidikan Islam itu berbeda tiap daerah.

Di Aceh misalnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam di sana dikenal dengan nama meunasah, dayah, dan rangkang. Di Sumatera Barat dikenal adanya surau. Di Kalimantan dikenal dengan nama langgar. Sementara di Jawa dikenal dengan pondok pesantren.

Di sanalah berlangsung pembinaan, pendidikan dan kaderisasi bagi calon kiai dan ulama. Mereka tinggal di pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya.

Setelah menamatkan pendidikan pesantren mereka kembali ke kampung masing-masing untuk menyebarkan Islam. Melalui cara inilah Islam terus berkembang menyebar ke daerah-daerah yang terpencil.

d. Hubungan Sosial

Para mubaligh yang menyebarkan Islam di Nusantara pandai dalam menjalin hubungan sosial dengan masyarakat. Mereka yang telah tinggal menetap di Nusantara aktif membaur dengan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan sosial.

Sikap mereka santun, memiliki kebersihan jasmani dan ruhani, memiliki kepandaian yang tinggi, serta dermawan. Silaturahmi, bekerja sama, gotong-royong mereka lakukan bersama penduduk Nusantara dengan tujuan menarik simpati agar masuk Islam.

Pada kesempatan tertentu mereka menyampaikan ajaran Islam dengan cara bijaksana, tidak memaksa dan merendahkan. Islam mengajarkan persamaan hak dan derajat bagi semua manusia karena kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh kastanya melainkan karena ketakwaannya kepada Allah Swt.

Islam juga mengajarkan umatnya untuk saling membantu, yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah dan saling meringankan beban orang lain. Dengan demikian ajaran Islam semakin mudah diterima oleh penduduk Nusantara.

e. Kesenian

Sebelum Islam datang, kesenian dan kebudayaan Hindu-Buddha telah mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat. Kesenian tersebut tidak dihilangkan tapi justru digunakan sebagai sarana dakwah. Cabang-cabang seni yang dikembangkan para penyebar Islam di antaranya adalah seni bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra.

Pada seni bangunan misalnya masjid, mimbar, dan ukiran-ukirannya masih menunjukkan motif-motif seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Motif tersebut dapat dilihat pada Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon, Masjid Agung Banten, dan Masjid Baiturrahman di Aceh.

Demikian pula dengan pertunjukan wayang kulit. Mereka tidak pernah meminta upah untuk menggelar pertunjukkan, penonton atau pengunjung gratis menyaksikan pertunjukkan tersebut. Penonton hanya diminta agar mengikutinya mengucapkan “Dua Kalimat Syahadat”. Hal ini berarti para penonton telah masuk Islam.

Sebagian besar cerita wayang kulit dikutip dari cerita Mahabharata dan Ramayana, namun sedikit demi sedikit dimasukkan nilai-nilai ajaran Islam.

Halaman Selanjutnya…….  (PAI Kelas 9 BAB 5 Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara)

Loading...
Pages ( 1 of 2 ): 1 2Lanjut »