Mengapa Anak Berperilaku Kasar ?

Mengapa Anak Berperilaku Kasar – Dalam beberapa kesempatan, kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami betapa tak berdayanya ketika menghadapi anak yang selalu berperilaku kasar. Tak jarang ucapan dan tindakannya membuat orangtua dan orang-orang yang ada di sekitarnya merasa sebal, benci, marah dan sakit hati.

Membanting, melempar, menendang, membentak dan berucap kasar merupakan perilaku kasar yang perlu segera dikendalikan dan diakhiri. Apabila orangtua tidak menyadari hal tersebut maka perilaku kasar akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan membuat sulit semua pihak baik orangtua, dirinya sendiri (anak), dan juga orang-orang di sekelilingnya.

Perilaku kasar yang mendarah daging dapat membuat keberadaan anak sulit diterima oleh lingkungan di sekitarnya. Ketika ia masih kecil, boleh jadi ia tidak disenangi dan dijauhi oleh teman-temannya. Pada saat ia beranjak dewasa, boleh jadi ia sulit beradaptasi dengan teman kerjanya sehingga ia harus ‘keluar dan masuk’ mencari tempat bekerja yang benar-benar dapat menerimanya.

Timbulnya perilaku kasar pada anak selain diakibatkan oleh pengaruh media seperti TV dan games juga akibat dari sesuatu yang dipelajari atau dicontohkan. Berhati-hatilah orangtua dalam bertindak atau bersikap, sebab jika orangtua mencontohkan sikap kasar (secara disengaja maupun tidak) seperti, membentak, memaksa, dan membanting maka jangan kaget bila anak melakukan hal yang sama (Abubakar Baraja, 2007).

Penjelasan Teoritis Mengapa Anak Berperilaku Kasar

Anak yang berperilaku kasar dapat menghadirkan berbagai alasan yang kompleks, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Beberapa teori dan faktor yang dapat menjelaskan perilaku kasar anak termasuk:

  1. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory): Menurut teori ini, anak-anak belajar perilaku dari pengalaman mereka di lingkungan sosial. Mereka dapat meniru perilaku kasar yang mereka saksikan dari orang dewasa, teman sebaya, atau melalui media. Pengaruh yang buruk dari lingkungan dapat mendorong anak untuk meniru perilaku agresif atau kasar.
  2. Frustrasi dan Agresi (Frustration-Aggression Hypothesis): Teori ini mengatakan bahwa anak-anak mungkin menunjukkan perilaku kasar sebagai respons terhadap perasaan frustrasi atau ketidakpuasan. Jika mereka merasa tidak dapat mengatasi masalah atau menghadapi hambatan, perilaku kasar bisa menjadi cara mereka melepaskan tekanan emosional.
  3. Teori Pengembangan Moral (Moral Development Theory): Perilaku kasar anak dapat dijelaskan dalam konteks pengembangan moral. Anak-anak mungkin belum mencapai tahap perkembangan moral yang lebih tinggi yang melibatkan pemahaman tentang konsekuensi perilaku kasar dan pengembangan empati terhadap orang lain. Mereka mungkin belum sepenuhnya memahami konsep moral seperti “tidak menyakiti orang lain.”
  4. Teori Gangguan Mental dan Kesehatan (Mental Health and Health Theory): Beberapa anak mungkin memiliki gangguan mental atau masalah kesehatan tertentu yang memengaruhi perilaku mereka. Misalnya, gangguan impuls kontrol, depresi, atau gangguan perilaku dapat mempengaruhi cara anak mengelola emosi dan perilaku mereka.
  5. Teori Ketidakmampuan dalam Berkomunikasi (Communication Deficits Theory): Beberapa anak mungkin sulit dalam berkomunikasi efektif, dan perilaku kasar dapat menjadi cara alternatif bagi mereka untuk menyampaikan kebutuhan atau frustrasi. Mereka mungkin kesulitan dalam mengungkapkan diri dengan kata-kata dan, sebagai gantinya, menggunakan perilaku kasar.
  6. Teori Lingkungan (Environmental Theory): Faktor lingkungan seperti kekerasan dalam keluarga, eksposur terhadap konflik berkepanjangan, atau ketidakstabilan sosial dapat mempengaruhi perilaku kasar anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak aman atau kurang mendukung cenderung menunjukkan perilaku kasar.
  7. Teori Pengaruh Teman Sebaya (Peer Influence Theory): Teman sebaya memainkan peran penting dalam membentuk perilaku anak. Anak-anak cenderung meniru teman sebaya mereka. Jika mereka memiliki teman-teman yang terlibat dalam perilaku kasar, kemungkinan anak ikut terlibat dalam perilaku tersebut juga meningkat.
  8. Teori Kesulitan dalam Pengendalian Emosi (Emotional Regulation Theory): Beberapa anak mungkin memiliki kesulitan dalam mengendalikan emosi mereka, terutama emosi negatif seperti kemarahan atau frustrasi. Perilaku kasar mungkin menjadi cara untuk melepaskan emosi yang mereka rasakan.

Perlu dicatat bahwa perilaku kasar anak tidak selalu memiliki penyebab tunggal atau sederhana. Sebaliknya, sering kali merupakan hasil dari interaksi antara berbagai faktor, termasuk lingkungan, sosial, psikologis, dan biologis. Penting untuk memahami bahwa setiap anak unik, dan pendekatan dalam mengatasi perilaku kasar harus disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi individu mereka. Peran orang tua, pendidik, dan profesional kesehatan mental sangat penting dalam membantu anak mengatasi perilaku kasar dan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih positif.

Semua orangtua tentu tidak ingin kondisi buruk di atas terjadi pada diri sang anak. Oleh sebab itu, sebagai upaya mencegah timbulnya perilaku kasar pada anak maka orangtua perlu memperhatikan perkembangan anak sejak dini dan berusaha untuk selalu menjaga sikap dan ucapan terutama ketika sedang berada di dekatnya.

Demikianlah penjelasan ringkas kami mengenai mengapa anak berperilaku kasar. Semoga bermanfaat (maglearning.id).

Tinggalkan Balasan