Penjualan Konsinyasi Dilihat Dari Aspek Bisnis, Akuntansi dan Pajak

Penjualan Konsinyasi Dilihat Dari Aspek Bisnis, Akuntansi dan Pajak

Jika contoh kasus di atas saya rangkum, maka berikut ini adalah jurnal-jurnal yang anda buat sehubungan dengan konsinyasi T-shirt di toko Gaul:

Pada saat mengirimkan 50 pcs T-shirt ke Toko Gaul (20 Sept 2022):

[Debit]. Persediaan Dikonsinyasikan = Rp 2,500,000
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi = Rp 2,500,000

(Untuk mengakui perpindahan persediaan dari gudang ke Toko Gaul)

[Debit]. Persediaan Dikonsinyasikan – Ongkos Kirim = Rp 250,000
[Kredit]. Kas = Rp 250,000

(Untuk mengakui ongkos kirim).

Pada saat Toko Gaul berhasil menjual 20 pcs T-shirt (25 Oktober 2022):

[Debit]. Piutang – Toko Gaul = Rp 1,482,000 (=1,900,000 – 380,000 – 38,000)
[Debit]. Biaya Komisi Penjualan = Rp 380,000 (=20% x 1,900,000)
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 38,000
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 1,000,000 (=20 x 50,000)
[Kredit]. Penjualan = Rp 1,900,000 (=20 pcs x 95,000)
[Kredit]. Persediaan Dikonsinyasikan = Rp 1,000,000 (=20 pcs x 50,000)

Pada saat Toko Gaul melaporkan kehilangan 3 pcs T-shirt (28 Oktober 2022):

[Debit]. Rugi – Persediaan Hilang = Rp 150,000
[Kredit]. Persediaan Dikonsinyasikan = Rp 150,000 (=3 pcs x 50,000)

Untuk penyederhanaan, sejauh ini kita belum mempertimbangkan adanya pajak pertambahan nilai (PPN). Bagaimana jika pemilik barang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP)?

 

Penjualan Konsinyasi Dilihat Dari Aspek Pajak

Setiap penjualan dalam negeri adalah obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Konsinyasi bisa dibilang rata-rata tergolong penjualan dalam negeri. Oleh sebab itu maka konsinyasi adalah obyek PPN.

Pertanyaannya: Kapan Utang PPN diakui?

Saya tidak ingat persis nomor peraturan/pasal undang-undangnya (silakan cari sendiri). Yang saya ingat dan saya jalankan selama ini, Utang PPN diakui saat salah satu di bawah ini terjadi (tergantung mana yang duluan):

  • Kas diterima; atau
  • Barang dagangan diserahkan;

Artinya:

  • Bila kas sudah diterima, meskipun barang belum diserahkan (dikirimkan) ke pembeli, maka PPN terutang dianggap sudah terjadi; atau
  • Bila barang sudah diserahkan (dikirimkan), meskipun kas belum diterima, maka PPN terutang dianggap sudah terjadi.

Kaitannya dengan konsinyasi, PPN dianggap telah terutang ketika barang dagangan sudah dikirimkan ke Toko tempat barang dikonsinyasikan—terlepas apakah Toko sudah berhasil menjual atau belum. Bagi Ditjend Pajak, setiap barang dagangan dikeluarkan lalu dikirimkan kepada pihak lain, adalah penjualan.

Misalnya: (Melanjutkan contoh kasus konsinyasi t-shirt di Toko Gaul)

Jika anda sudah berstatus PKP, bagi Ditjen Pajak, pengiriman 50 pcs T-shirt ke Toko Gaul pada tanggal 20 September 2022 adalah penjualan, sehingga PPN Terhutang dianggap sudah terjadi pada saat itu juga.

Jika mengikuti ketentuan Ditjend Pajak, maka anda sudah harus mengakui PPN sebesar = (Rp 95,000 x 50 pcs) x 10% = Rp 475,000 pada tanggal 20 September 2022, dan dibayar selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (10 Oktober 2022).

Bukankah menurut akuntansi penjualan baru diakui pada saat Toko Gaul berhasil menjual T-shirt yang dikonsinyasikan (25 Oktober 2022)?” Mungkin anda berpikir seperti itu.

Nah, itulah konflik yang sering timbul dalam proses konsinyasi, terkait dengan masalah pajak (PPN). Itu pula yang membuat perusahaan biasanya berusaha mencari jalan agar mereka tidak membayar PPN sebelum barang benar-benar laku terjual, sehingga sering berkonflik dengan fiscus (pemeriksa dari DJP), ketika terjadi pemeriksaan.

Pertanyaan: Bagaimana caranya agar perusahaan tidak membayar PPN sebelum barang konsinyasi benar-benar terjual?

Yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan cara tidak mengeluarkan surat jalan (otomatis juga tidak mengakui pengiriman) pada saat barang dikirimkan ke toko konsinyasi. Surat jalan baru dibuat ketika Toko memberitahukan adanya penjualan, sekaligus invoice dan faktur pajak diterbitkan.

Misalnya: Pada konsinyasi di Toko Gaul sebelumnya, anda tidak mengakui adanya pengiriman barang pada tanggal 20 September 2022. Sebagai gantinya anda hanya membuat catatan informal di atas kertas yang hanya anda sendiri yang tahu. Ketika Toko Gaul menyampaikan bahwa ada penjualan sebanyak 20 pcs pada tanggal 25 Oktober 2022, pada saat itulah anda membuat surat jalan sekaligus menerbitkan invoice dan Faktur Pajak.

Pertanyaan: Apakah itu sudah aman?

Menurut saya belum, dan itu adalah cara yang sangat berisiko. Mengapa? Karena pemeriksa pajak bisa saja melakukan pemeriksaan fisik persediaan anda. Apa yang terjadi jika pemeriksa melakukan penghitungan fisik antara tanggal 20 September s/d 24 Oktober 2022? Pasti ketahuan.

Ah, biasanya fiscus malas melakukan pemeriksaan fisik, apalagi kalau macam dan jumlah persediaannya banyak” mungkin ada yang berpikir seperti itu.

Bisa jadi. Tapi saran saya; minimalkan asumsi. Kita tidak pernah tahu sampai itu benar-benar terjadi bukan? Yang jelas sudah beberapa kali saya membuktikan itu TIDAK AMAN (jangan bilang saya belum mengingatkan).

Apakah ada cara untuk membuat itu menjadi lebih aman?

Ada. Meskipun belum dijamin pasti aman (karena bisa jadi masih ada pemeriksa DJP yang lebih mengedepankan harga diri dibandingkan profesionalitas).

Caranya: Sebelum menggunakan cara di atas, terlebih dahulu lakukan persiapan yang matang, bahkan sebelum penjualan konsinyasi dimulai.

Berikut adalah persiapan-persiapan yang perlu anda lakukan:

  • Buat kesepakatan dan perjanjian nitip barang (BUKAN KONSINYASI) dengan pihak toko (consignee), dalam perjanjian atau (MoU) tertulis, kalau perlu disaksikan notaris. (Tentu jadi ada biaya. Jika barang yang anda titipkan cukup banyak dengan nilai yang tinggi, mengapa tidak?).
  • Dalam perjanjian penitipan barang, sertakan klausul bahwa: (a) sampai barang laku/terjual, pemilik barang adalah anda—sehingga segala risiko yang melekat pada barang (hilang/rusak) adalah menjadi tanggung jawab anda; (b) Pekerjaan display barang dan perawatannya sehari-hari adalah tanggung jawab anda; (c) Peralatan display anda yang sediakan; (d) pegawai counter/yang melayani pembeli adalah pegawai anda.
  • Penuhi isi kesepakatan seperti yang sudah tertuang dalam perjanjian.
  • Lakukan cara sebelumnya (jangan menerbitkan surat jalan, tidak mengakui pengiriman barang) sampai toko berhasil menjual barang anda.

Dengan cara di atas, ketika fiscus memeriksa fisik persediaan dan menemukan selisih persediaan sejumlah barang yang dikirimkan ke toko, anda bisa mengatakan bahwa barang anda ada disiplay (toko). Jika diperlukan anda bisa menunjukkannya. Dengan argumen seperti itu, maka SYAH adanya bahwa pengiriman barang ke toko adalah BUKAN PENJUALAN.

Apakah perlakuan akuntansi dan pajak penjualan konsinyasi nampak rumit? Faktanya memang IYA, sedikit lebih repot. Wajar, karena pemilik barang berusaha memajang barang dagangan tanpa perlu punya toko, bahkan tanpa perlu membayar sewa toko. Dengan konsinyasi, pemilik barang juga menjadi bisa memindahkan risiko dari biaya tetap (sewa) ke biaya variable (komisi). Wajar kalau menjadi sedikit lebih rumit.  Tidak ada yang gratis di dunia ini, bukan?

Demikianlah sedikit yang bisa kami sampaikan mengenai penjualan konsinyasi dilihat dari aspek bisnis, akuntansi dan pajak. Semoga bermanfaat (maglearning.id).

Loading...
Pages ( 2 of 2 ): « Balik1 2

Tinggalkan Balasan