Pengertian PJJ

Pengertian PJJ (Pendidikan Jarak Jauh)

Pengertian PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) – Sejarah sistem PJJ, sebenarnya sudah sejak lama ada, bahkan mungkin ratusan tahun lalu. Namun, menurut dokumen Barat setidaknya sudah dimulai pada tahun 1840 di Inggris, ketika seorang bernama Isaac Pitman meminta muridnya menyalin kutipan pendek dari Injil ke dalam huruf steno dan mengirimkan salinan ini kepada Pitman untuk dikoreksi.

Sistem belajar melalui korespondensi inilah yang kemudian dianggap sebagai cikal bakal istilah yang kita kenal saat ini, yaitu pendidikan jarak jauh atau lebih tenar kita sebut dengan PJJ. Apalagi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi ini telah melambungkan pamor PJJ.

Menurut Giltrow (1989) istilah pendidikan jarak jauh (distance education) itu sendiri kali pertama muncul dalam artikel di sebuah majalah pada tahun 1903. Setengah abad kemudian, di awal 1960-an istilah tersebut muncul kembali dan tampaknya menjadi populer di tahun 1980-an.

Distance education dianggap sebagai nama generik dari pendidikan jarak jauh termasuk pendidikan melalui udara (radio) dan konferensi jarak jauh. Dewasa ini, paling tidak dikenal 7 istilah untuk pendidikan jarak jauh, yaitu correspondence study, home study, independent study, external study, distance teaching,  distance education, dan distance learning. Bagi sebagian orang bahkan ada yang menyamakan dengan e-learning, walaupun sejatinya berbeda.

Beberapa Definisi Pendidikan Jarak Jauh

Membahas tentang pengertian PJJ akan kita mulai dari pendapat Perry dan Rumble (1987) yang menegaskan bahwa dalam konteks pendidikan jarak jauh (distance education), pengertian kata jarak jauh atau distance adalah tidak terjadinya kontak dalam bentuk tatap muka langsung antara guru dan siswa ketika proses belajar mengajar terjadi. Dengan demikian, pendidikan jarak jauh atau PJJ adalah komunikasi dua arah yang dijembatani oleh media seperti surat, telepon,  radio, internet, komputer, gawai cerdas dan sebagainya.

Sedangkan menurut Undang-undang Perguruan Tinggi nomor 12 tahun 2012, pasal 31 tentang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjelaskan bahwa PJJ  adalah proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. PJJ  diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan Standar Nasional.

Karena itu, menurut Perraton (1981) jika kita ingin membangun teori pendidikan jarak jauh, sebenarnya tidak bisa lepas dari filsafat pendidikan dan teori komunikasi atau teori difusi yang ada. Ia mengatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan jarak jauh hendaknya mempertimbangkan aspek ekspansi dan dialog.

Ekspansi (perluasan) atau pemerataan dan pengembangan pendidikan diperlukan karena pendidikan berkaitan dengan kekuasaan. Manusia yang tidak terdidik pada umumnya berada dalam posisi lemah daripada manusia yang terdidik sehingga dari perspektif ini muncul anggapan bahwa pendidikan identik dengan proses untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan demikian, bagaimana proses ekspansi itu berlangsung (dialog) menjadi penting.

Kata “dialog” dalam hal ini, jika tidak ditafsirkan dengan hati-hati, bagaikan pisau bermata dua; memperkuat pengembangan konsep pendidikan konvensional dan melemahkan konsep pendidikan jarak jauh. Dengan menonjolkan aspek psikologis dialog, maka kita akan cenderung berkesimpulan bahwa pendidikan akan efektif karena peserta didik merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar.

Tanpa dialog, pendidikan akan berubah menjadi indoktrinasi. Para ahli pendidikan jarak jauh harus mempertimbangkan hal ini dan mengkaji segala kemungkinan untuk menuangkan konsep belajar sebagai aktivitas yang nyaman, bukan beban.

Beberapa Konsep dan Teori PJJ

Membahas pengertian PJJ tidak akan tuntas tanpa dasar teori yang jelas. Dari segi teori, Sewart, Keagan, & Holmberg (1983) secara garis besar membedakan tiga teori utama tentang pendidikan jarak jauh, teori otonomi dan belajar mandiri, industrialisasi pendidikan, dan komunikasi interaktif.

Teori yang pertama adalah teori otonomi dan belajar mandiri, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial demokrat dan filsafat pendidikan liberal yang menyatakan bahwa setiap individu berhak mendapat kesempatan yang sama dalam pendidikan dan setiap upaya instruksional hendaknya diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan dan kemandirian pada peserta didik dalam proses belajarnya.

Peserta didik mempunyai kebebasan untuk mempertimbangkan dan memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Artinya, jika dalam pendidikan konvensional siswa lebih banyak berkomunikasi interpersonal atau berkonsultasi dengan manusia, maka dalam pendidikan jarak jauh ia lebih banyak melakukan komunikasi intrapersonal dengan masukan berupa informasi atau bahan ajar dalam bentuk cetak maupun non cetak.

Teori yang kedua adalah teori industrialisasi pendidikan yang dikemukakan oleh Peters (1973). Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan jarak jauh (PJJ) adalah semacam bentuk industrialisasi aktivitas belajar mengajar yang dalam penyelenggaraannya bercirikan pembagian kerja dan produksi (bahan ajar) secara massal.

PJJ merupakan metode untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan cara menerapkan berbagai prinsip industrialisasi dan pemanfaatan teknologi yang tujuannya adalah untuk memproduksi bahan ajar yang berkualitas secara massal sehingga dapat digunakan secara bersamaan oleh sejumlah besar peserta didik yang tempat tinggalnya tersebar di seluruh pelosok negara.

Teori yang ketiga adalah teori interaksi dan komunikasi. Teori ini muncul karena banyak ahli pendidikan yang sepakat bahwa pengertian belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Kontak antara peserta didik dengan komponen institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh masih diperlukan, baik untuk kepentingan hal-hal yang bersifat administratif maupun akademis; bahkan kadang-kadang psikologis. Mengenai hal-hal yang bersifat akademis, karena menyangkut esensi pendidikan itu sendiri, lembaga pendidikan jarak jauh selalu menyediakan tutor.

Dengan demikian, interaksi antara peserta didik dengan pengajar tetap terjadi walaupun frekuensi dan intensitas komunikasi yang terbatas. Cara berinteraksi itu sendiri bisa melalui tatap muka langsung atau menggunakan media komunikasi seperti surat, telepon, komputer, dan sebagainya.

Holmberg (1977), termasuk pendukung teori interaksi dan komunikasi ini, memandang pendidikan jarak jauh sebagai proses belajar di mana para peserta didik tidak berada di bawah pengawasan langsung oleh pengajar seperti yang terjadi dalam pengajaran di kelas walaupun mereka masih mendapatkan bantuan dalam bentuk bimbingan, perencanaan aktivitas belajar, dan pengajaran dalam tutorial.

Ia memperkenalkan konsep “guided didactic conversation“, yakni adanya dialog yang bersifat membimbing dan mendidik para peserta didik sehingga mereka merasa asyik diajak ‘berbincang-bincang’ membahas topik yang mereka minati. Artinya, bahan ajar yang dipelajari oleh peserta didik harus didesain sedemikian rupa sehingga menarik dan bersifat “self-instructed“.

Kita sering mendengar bahan ajar ini sebagai modul. Baik modul konvensional maupun modul elektronik yang kian populer dewasa ini. Ini akan terlihat lebih asyik dan mendorong pembelajaran yang bertanggung jawab.

pengertian pjj, contoh media

Media Pembelajaran yang Digunakan dalam PJJ

Dalam praktik, perkembangan pendidikan jarak jauh dapat dilihat dari perkembangan media pembelajaran yang digunakannya. Menurut Giltrow (1989) di negara maju, pada mulanya juga menggunakan kertas atau bahan ajar cetak yang mendominasi media pendidikan jarak jauh kemudian pada tahun l950-an bahan ajar non cetak seperti audiovisual mulai banyak digunakan.

Pada tahun 1980-an, sudah sulit untuk diketahui jenis media yang dominan. Pada satu dekade terakhir telah mengarah pada dominasi media pembelajaran elektronik. Nah, apalagi saat ini di era teknologi informasi yang sangat canggih. Bahkan tatap maya atau interaksi langsung jarak jauh pun menjadi hal biasa.

Bagi institusi pendidikan jarak jauh yang baru berdiri, terutama di negara berkembang, bahan ajar cetak lebih banyak digunakan karena mungkin dari segi ekonomi, teknologi, dan kebudayaan dianggap lebih layak. Hal ini agak berbeda dengan situasi pendidikan jarak jauh di negara maju. Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, pengembangan dan penggunaan media non cetak di negara maju cukup intensif karena kendala untuk membuat bahan ajar yang interaktif relatif berkurang dibanding dengan dekade sebelumnya.

Nah, saat ini di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, masalah teknologi sudah bukan menjadi masalah utama lagi. Yang menjadi masalah saat ini adalah terbatasnya kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi itu.

Apalagi karakter masyarakat Indonesia yang cenderung enggan bekerja sama dan bermental instan membuat karya media pembelajaran karya para pendidik masih jauh dari kebutuhan peserta didik. Namun, saya pribadi optimis secara gradual akan semakin baik di masa yang akan datang. Di mana media interaktif elektronik sudah semakin familier dikembangkan.

Elemen-elemen PJJ

Dari beberapa pengertian PJJ yang telah dikembangkan para ahli, jika diidentifikasi, pendidikan jarak jauh paling tidak mengandung beberapa elemen PJJ adalah sebagai berikut:

  • pemisahan guru dan siswa (walau tidak sepenuhnya),
  • kemandirian siswa (diharapkan relatif lebih tinggi daripada kemandirian siswa pendidikan konvensional/ pembelajaran bertanggung jawab),
  • pengorganisasian produksi (industri) bahan ajar secara massal, dan
  • pemanfaatan media pembelajaran yang interaktif, media komunikatif, adaptif atau sejenisnya.

Demikianlah bahasan kami tentang Pengertian PJJ (Pendidikan Jarak Jauh). Semoga bermanfaat. Salam belajar menyenangkan kapan saja dan di mana saja (maglearning.id).

Loading...

2 comments

  1. Min, ini tulisan diupload kapan yha? Nama penulisnya siapa? Butuh buat daftar pustaka min. Tolongg bantu yha minnn.
    Btw, makasih banyak karna tulisan ini bantu makalah aku.

Tinggalkan Balasan