Mengembangkan Perangkat Pembelajaran Menggunakan Model ADDIE

Model pengembangan ADDIE adalah model pengembangan yang paling populer dan banyak digunakan. Tahapan model ADDIE ini terdiri dari Analyze, Design, Develop, Implement, dan Evaluate. Banyak sekali pengembang profesional menggunakan model ini untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, media belajar, atau instruksional (pembelajaran). Sebenarnya model ini sudah cukup tua namun masih tetap relevan diunakan digunakan sampai saat ini. Model ADDIE kali pertama digunakan di Florida State University untuk mengatur proses dalam merumuskan sistem instruksional pada program pelatihan militer pada tahun 1970-an.

Model pengembangan ini sebenarnya sangat fleksibel dan mudah digunakan. Tentu saja setiap pengembang mempunyai penekanan-penekanan tersendiri pada hal-hal yang ingin dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna. Setiap tahapan mempunyai karakteristik unik bagi pengembang yang berbeda. Namun, pada dasarnya tahapan utamanya tetaplah sama.

Jadi, pilihan model pengembangan yang kita gunakan adalah tergantung kita dan karakteristik produk yang kita kembangkan. Setiap model mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pendapat bahwa model pengembangan tergantung pada level pendidikan adalah pendapat yang tanpa dasar. Baiklah mari kita bahas tahapannya secara singkat. Kali ini saya memberikan contoh tahapan pengembangan sebuah media pembelajaran.

Tahap 1: analisis

Langkah pertama model ADDIE ini adalah tentang mengumpulkan informasi. Poin penting pada tahapan ini adalah pengembang memahami audiens mereka dan media apa yang diperlukan. Hal ini sangat terkait dengan masalah yang dihadapi oleh audiens dan akan dicoba untuk dipecahkan melalui pengembangan ini.

Ada beberapa pertanyaan utama untuk memulai. Kemungkinan besar jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan menghasilkan lebih banyak pertanyaan-pertanyaan lagi. Itu sangat wajar dan sebenarnya malah lebih bagus. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, semakin kita memastikan bahwa produk yang kita kembangkan memenuhi kebutuhan yang tepat.

Berikut ini adalah 3 area utama pertanyaan untuk memulai:

1. Siapa target audiens dari pembelajaran?

  • Berapa banyak yang mereka tahu tentang subjek/pelajaran?
  • Apakah mereka siswa pemula, berpengalaman, atau campuran dari keduanya?
  • Informasi demografis tentang audiens? (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat melek komputer atau literasi digital)
  • Bagaimana preferensi media pembelajaran yang disukai?
  • Bagaimana gaya mereka dalam menggunakan gawai? dan lain-lain.

2. Apa saja hasil pembelajaran yang diinginkan?

Hasil belajar ini biasanya kalau di Indonesia mengacu pada kompetensi dasar (KD) dan kompetensi inti (KD). Selain itu kita juga bisa menanyakan kepada siswa tentang apa yang ingin mereka dapatkan atau lakukan setelah proses pembelajaran diselesaikan.

Tujuan pembelajaran ini harus terukur. Misalnya, kemampuan menghitung pendapatan nasional atau membedakan antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Penentuan tujuan yang jelas ini akan sangat membantu kita dalam menentukan arah pengembangan karena sasaran yang konkret.

Kita juga bisa menggunakan taksonomi Bloom yang direvisi (2001) untuk mengembangkan tujuan pembelajaran. Taksonomi asli dari Bloom (1956) mengilustrasikan tingkat tujuan kognitif, dari yang sederhana sampai kompleks, dalam bentuk Piramida. Revisinya mengatribusi verba yang diukur untuk masing-masing tingkatan. Kata kerja ini akan membantu kita dalam menulis tujuan pembelajaran yang jelas selaras dengan hasil pembelajaran yang diinginkan.

3. Bagaiman timeline penyelesaian proyek?

Sebagian besar orang menginginkan hasil yang cepat, tetapi menciptakan media pembelajaran yang bagus membutuhkan waktu. Pastikan untuk menetapkan harapan yang realistis dengan waktu yang tersedia. Salah satu cara untuk bekerja dengan waktu yang terbatas adalah dengan memecah beberapa topik atau bab.

Tiga pertanyaan tersebut dapat membuka pertanyaan-pertanyaan yang lain bila kita gunakan untuk mengeksplorasi subyek pembelajaran. Selain itu kita juga perlu mencari informasi tertentu yang kita butuhkan demi memecahkan persoalan yang ada. Misalnya preferensi warna, gaya belajar yang dominan, atau sarana dan prasarana yang tersedia.

Jangan lupa bahwa tahapan ini adalah tahapan pertama dari pengembangan sekaligus merupakan tahapan kunci. Karena jika hasil analisis tidak akurat maka tahapan selanjutnya juga akan kehilangan arah. Jadi output tahapan analisis ini akan sangat menentukan bagaimana tahapan desain dilakukan.

Tahap 2: Desain

Tahapan desain adalah ketika kita mulai membuat garis besar (kerangka) media yang akan dikembangkan. Seperti yang telah saya katakan di tahapan analisis dimana output tahapan tersebut menjadi acuan utama dalam tahapan desain. Banyak desainer pembelajaran memilih untuk memulai dengan penilaian dan bekerja dengan cara mundur ke belakang. Dalam pengembangan media pembelajaran kita bisa menggunakan analisis hasil belajar periode sebelumnya sebagai informasi tambahan. Seperti halnya dengan konsep berjalan mundur maka akan menciptakan keselarasan objektif yang lebih baik. Jadi seperti memastikan menyediakan jawaban dari kesulitan atau kelemahan siswa.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan selama tahapan desain:

  • Berapa banyak waktu yang disediakan dalam pembelajaran?
  • Bagaimana modus pembelajarannya? Misalnya konvensional, blended learning, flipped classroom, atau sepenuhnya online.
  • Bagaimana karakteristik gawai yang banyak digunakan siswa?
  • Apakah siswa sudah terbiasa menggunakan berbagai macam aplikasi interaktif? dan lainnya.

Kerangka desain dibuat untuk mendapat gambaran tentang fitur-fitur penting apa saja yang harus ada. Hal ini terkait dengan masalah yang dihadapi siswa. Beberapa desainer biasanya membuat Outline atau peta pikiran yang sederhana. Kemudian dijabarkan menjadi beberapa bagian sesuai dengan topik atau fitur. Jangan lupa bahwa hasil analisis adalah patokan dalam mendesain. Desain kita tidak boleh keluar dari hasil tahap analisis tersebut.

Kita bisa menggunakan semacam kanvas untuk memudahkan mendesain dan mendeskripsikan deasin tersebut. Rancangan tiap elemen juga dilakukan, termasuk grafis (atau Deskripsi grafis) atau elemen multimedia lainnya. Jika Voice over diperlukan, maka biasanya juga disiapkan script. Semakin rinci dalam garis besar desain maka semakin mudah dalam merealisasikan tahap pengembangan.

Kita juga bisa melakukan simulasi bila media pembelajaran sangat kompleks dan terkait dengan proses atau tindakan nyata. Karakter bereaksi terhadap respons bisa menjadi masukan penting dalam desain.

Tahap 3: pengembangan

Tahap ini adalah tahap realisasi dari desain. Bagaimana desain bisa diwujudkan oleh tim yang mempunyai visi yang sama dan pemahaman yang seragam. Media pembelajaran yang dikembangan bisa sangat sederhana sampai sangat kompleks. Rencana desain yang buruk akan menurunkan kualitas pengembangan atau malah melenceng dari apa yang diharapkan..

Seperti namanya, tahap pengembangan adalah ketika kita menerapkan desain ke dalam tindakan nyata untuk mewujudkannya. Mungkin kita mengalami bahwa desain yang ada perlu modifikasi karena sudah efektif. Itu bagus selama masih sesuai dengan kebutuhan dan hasil analisis. Namu, yang paling sering terjadi adalah karene memang kita tidak tahu kondisi nyata sebelum melaksanakannya, juga karena perkembangan teknologi yang cepat bisa mengubah desain awal kita. Cara terbaik untuk mendapatkan produk yang handal adalah dengan membangun desain dan melakukan pengujian pengguna.

Pengujian terbatas biasanya dilakukan di tahapan ini sebelum media pembelajaran benar-benar bisa dianggap layak untuk diimplementasikan. Fase ini penting untuk memastikan skenario yang dibangun komprehensif dan lengkap. Peer review dari kolega atau para ahli dibidangnya juga membantu memastikan setiap pekerjaan kita sesuai dengan harapan. Jadi, tahapan ini masih belum beranjak pada tahapan iplementasi. Banyak pengembang atau peneliti yang menganggap bahwa ini adalah tahapan implementasi. Jelas bahwa tujuannya berbeda serta belum ada garansi minimal bahwa produk yang dibangun layak untuk digunakan unntuk kalangan yang lebih luas.

Tahap 4: implementasi

Setelah produk siap digunakan maka tahap selanjutnya adalah tahap implementasi. Jika uji coba terbatas lebih bertujuan untuk menyempurnakan proses desain maka tahap implementasi ini lebih kepada bagaimana produk bisa digunakan secara praktis, dan harapan kinerjanya terpenuhi. Kita bisa mempublikasikan pada komunitas, organisasi atau khalayak umum, misalnya pasar aplikasi bila itu sebuah perangkat lunak. Kita juga bisa mengirimkannya melalui email kepada para kolega kita. Pada intinya adalah bagaimana produk kita bisa dimanfaatkan oleh kalangan yang lebih luas, tidak hanya pada satu institusi atau komunitas saja.

Informasi dan masukan aktual akan sangat penting dalam mengukur bagaimana kinerja produk yang kita kembangkan. Kita bisa bekerja sama dengan berbagai pihak lain atau kolega kita untuk mengimplementasikan produk kita ini. Lalu kita meminta masukan dari mereka berdasarkan pengalaman riil mereka di lapangan. Jadi intinya harus ada pihak luar yan terlibat dalam implementasi ini, apalagi digunakan secara masif maka akan lebih banyak masukan signifikan yang akan kita dapatkan.

Tahap 5: evaluasi

Setelah implementasi dilakukan maka hal penting lainnya adalah bagaimana kita menganalisis kinerja produk pengembangan kita. Salah satu hal yang paling banyak ingin diketahui adalah berapa banyak siswa lulus dalam pembelajaran setelah menggunakan media pembelajaran tersebut. Selalu menyenangkan melihat tingkat kelulusan yang tinggi. Tapi, kita tetap harus memahami mengapa ada siswa yang tidak lulus. Bagaimana media pembelajaran ini bisa meningkatkan hasil belajar siswa yang lulus, serta mengapa pada beberapa siswa media pembelajaran ini tidak bekerja. Kedua hal ini sangat penting untuk dikupas. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu untuk dianalisis:

  1. Apakah ada kesenjangan atau kesalahpahaman?. Misalnya kita berasumsi bahwa siswa yang lebih muda merasa nyaman dengan gawai dan pembelajaran online, tapi ini tidak selalu benar. Apakah ada hal lain yang mungkin telah kita asumsikan pada para siswa?
  2. Apakah ada kesalahan dalam program yang mungkin menyebabkan siswa mis informasi?. Membatasi pilihan navigasi mencegah siswa tersesat atau bergerak terlalu cepat. Jika pelajar harus memilih opsi dalam pelajaran, nonaktifkan tombol “berikutnya” sampai mereka membuat pilihan mereka. Ini akan mencegah siswa belajar secara bertahap dan tidak melompat untuk menghindari kesalahpahaman.
  3. Berapa persen dari siswa yang mengalami kendala teknis? Tidak semua gawai akan cocok dengan aplikasi yang sedang dikembangkan. Kita pasti mempunyai banyak pilihan prioritas. Misalnya bila kita mengembangkan aplikasi Android maka akan berhadapan pada versi Android yang berbeda-beda dengan standar API yang juga berbeda, basis develop 32bit atau 64bit, ukuran layar dan sebagainya.

Demikianlah ulasan singkat tentang pengembangan media pembelajaran menggunakan model ADDIE. Pada artikel mendatang akan diulas detail tentang tahap per tahap model ADDIE ini (maglearning.id).

Loading...